Senin, 25 April 2022

Napak Tilas Jejak Ursulin di Surabaya (V)

 

Penutup 
Keadaan politik Kota Surabaya pada masa awal karya para Suster Ursulin tahun 1863 cukup baik, tidak ada perang. Kota Surabaya adalah kota yang sibuk dengan perdagangan. Hubungan kota Surabaya dengan kota-kota di Jawa bagian tengah dan Jawa bagian barat menggunakan kapal laut atau jalan yang disebut “Jalan Raya Pos” yang dibangun Gubernur Jendral Daendels, belum ada kereta Api.

 Karya Ursulin di Surabaya dimulai ketika pastor Martinus van den Elzen, SJ dan JB. Palinck SJ bertugas di Surabaya dan menjalankan pelayanannya selama dua tahun. Pastor Martinus kemudian mengundang para Suster Ursulin untuk berkarya karena di Surabaya membutuhkan tenaga para Suster Ursulin.

 Menanggapi undangan tersebut, para Suster Ursulin di Batavia mengirim lima Suster pionir ke Surabaya. Kelima Suster tersebut adalah suster Louise Demarteau, Suster Euphrasie Webb, Suster Alphonse Portmans, Suster Augustine Phillipsen dan Suster Marie Geraedts. Suster Marie Louise Demarteau mendapat tugas memimpin para Suster Ursulin tersebut.

 Para Suster tiba di kota Surabaya pada 14 Oktober 1863 menumpang kapal layar Zephir. Pastor Martinus menjemput dan mengantar para Suster Ursulin ke sebuah rumah di jalan Krembangan. Rumah itu menjadi tempat tingal pertama para Suster Ursulin di Surabaya.

 Tak lama kemudian, dengan dibantu pastor Martinus, biara Ursulin komunitas Batavia, dan para donatur, Suster Ursulin Surabaya berhasil membeli sebuah hotel “Commerce” dengan harga 40.000 Gulden. Hotel di jalan Kepanjen itu dijual karena pemiliknya ingin pulang ke negerinya. Hotel yang letaknya dekat gereja itu kemudian menjadi rumah biara dan karya para Suster Ursulin.

 Karya pertama para Suster Ursulin di Surabaya adalah Sekolah Dasar pada 3 November 1864. Sebelum para Suster Ursulin membuka sekolah, para Bruder Santo Aloysius (CSA) yang terletak diseberang Biara Ursulin sudah membuka ELS atau Europa Lagere School, sekolah dasar khusus putra pada 28 Mei 1862 dan Rumah Piatu.
Ketika dibuka, sekolah menerima 21 murid, kemudian secara bertahap bertambah banyak menjadi 1500. Para Suster kemudian membuka Sekolah Dasar kedua yang dikhususkan bagi anak-anak tidak mampu. Sekolah yang pertama diberi nama Santa Angela dan sekolah kedua diberi nama Santa Ursula.

 Selanjutnya para Suster membuka sekolah yang mengajarkan ketrampilan wanita terutama menjahit pada tahun 1874. Sekolah Frobel atau TK dibuka tahun 1877 dan sekolah pendidikan guru dibuka pada tahun 1880. Sekolah guru diberi nama “Sekolah Guru Santa Catarina”. Sekolah guru Santa Catarina kemudian dipindahkan ke komplek sekolahan Ursulin di Jalan Darmo pada tahun 1922 dan namanya dirubah menjadi Sekolah Pendidikan Guru Santa Maria.

 Pada 28 Maret 1916 Rumah Piatu yang diasuh oleh para Bruder Santo Aloysius diserahkan secara resmi kepada Suster Ursulin. Rumah Piatu itu terletak diseberang Biara Ursulin Kepanjen. Tahun 1926 Rumah Piatu itu menjadi “Panti Asuhan Santa Ursula”. Komplek Biara Ursulin Kepanjen kemudian bertambah menjadi dua bagian. Biara, SD dan TKK Santa Angela berada di sebelah gereja, sedangkan panti Asuhan dan SD Santa Ursula diseberangnya.

 Pada tahun 1930 gedung lama “Panti Asuhan Santa Ursula” dirombak diganti baru. Dibangun pula aula di bagian sebelah kiri dan ruang-ruang kelas disebelah kanan.

 Usai perang kemerdekaan, pada tahun 1950 Kepanjen diserahkan kepada Suster Santa Perawan Maria (SPM) dan Frater Bunda Hati Kudus (BHK) 

 Rumah di Pacet saat ini dimulai ketika Suster membeli sebuah tanah di Kasri sebagai tempat peristirahatan pada tahun 1884. Kasri saat ini adalah sebuah desa di kecamatan Bululawang Kabupaten Malang. Namun karena rumah di Kasri terlalu kecil untuk dua komunitas Ursulin di Kepanjen dan Darmo maka dibelilah lahan baru di Pacet pada 25 September 1929.

 Rumah peristirahatan di Pacet selesai dan diberkati oleh Mgr. de Backere pada 20 April 1931 dan diberi nama Stella Matutina atau Bintang Kejora. ***

Visitor Studies Cara Museum Memanjakan Pengunjung.

Pergeseran paradigma museum dari Collection oriented ke Public Oriented memaksa Museum harus berbenah dan meningkatkan kualitas pelaya...