Dua perempuan dan seorang pria mampir sebentar ke Museum Santa Maria, Jumat 3 /08/2018. Mereka adalah pendamping para mahasiswa yang sedang praktek di beberap sekolah Ursulin. Bu Theresia Ang Le Tjien, Koordinator Bidang Pendidikan, Pusat Yayasan Pendidikan Ursulin (PYPU) menghantar mereka untuk bertemu dengan Sr Maria pimpinan Komunitas Santa Maria Juanda. Salah satu perempuan itu bernama “Yuhshi Lee” (catatan di buku tamu) dari komunitas Wenzao Ursuline University of Languages Taiwan. | Sudah sejak tahun 2015, Universitas Ursulin di Wenzao mengirim mahasiswa jurusan bahasa Inggris nya untuk praktek selama beberapa minggu di Indonesia. Awalnya hanya mahasiswi, 2 tahun terakhir ini ada beberapa mahasiswa yang juga praktek di beberapa sekolah, seperti Regina Pacis Solo, St Maria-Jakarta dan Surabaya, St Ursula Jakarta dan juga Ende. Jejaring dan kerja sama antar sekolah Ursulin di Asia Pacific itu terus dibina, antara lain untuk mewujudkan dan meningkatkan semboyan “insieme”. Rombongan hanya singgah sebentar di museum karena memang tidak ada dalam jadwal kunjungan. Kebetulan saja satu area dengan kantor suster pimpinan komunitas Santa Maria Juanda yang akan ditemui sehingga sempat mampir. Namun pesan yang ditulis menunjukkan kekaguman mereka pada karya para Suster Ursulin khususnya Museum Santa Maria. Tertulis kesan di buku tamu “A wonderful experience, cultural granth!”.*** |
Senin, 24 September 2018
Guru dari Taiwan, terima kasih sudah mampir…..
Jumat, 21 September 2018
KIAT MUGALEMON
Senin, 17 September 2018
“KAGET SAYA, .. Koleksinya Banyak Banget”
Pak Kris seorang aktivis Paroki Kramat berkunjung ke Museum pada Jumat 3 Agustus 2018 sekitar jam 11. 00. Tujuan awal, sebenarnya hanya mau mengambil laptop-nya yang tertinggal ketika ada kegiatan seminar bertempat di hall Museum Santa Maria beberapa waktu yang lalu. Ternyata, sebelum pulang, malah mampir sekalian untuk melihat-lihat museum. Ketika berada di Ruang Angela Merici, dan melihat foto-foto lama, yang berkesan menurut Pak Kris adalah area yang sekarang menjadi Biara dan Sekolah Santa Maria. Kompleks yang ternyata sangat luas untuk ukuran di tengah kota, tak jauh dari Istana Presiden. | Saat di Ruang Misi, Pak Kris baru tahu alasan kedatangan para suster ke Batavia, untuk mendidik para perempuan yang masa itu tidak tersentuh pendidikan dan hidup tanpa etika. Anak-anak yang membutuhkan pendampingan dan pendidikan, sementara orang tuanya sibuk bekerja di luar Batavia sebagai pengawas dan staff perkebunan program tanam paksa waktu itu. Beberapa benda peninggalan para suster juga menjadi hal yang menarik perhatiannya. Seperti misalnya, Kotak Kayu Penghangat sebelum ditemukan ‘dispenser’ atau ‘rice cooker”. Lemari-lemari kuno gaya Eropa dengan kaca yang tampak sekilas permukaannya bermotif namun saat diraba halus seperti kaca pada umumnya padahal bukan kaca patri atau kaca es. Sendok garpu berbagai ukuran dengan grafir nama atau inisial pemiliknya. Pada masa itu setiap suster memiliki satu set alat makan, komplit sendok-garpu-pisau. Setiap suster merawat dan menjaga miliknya masing-masing. Dan masih banyak lagi benda yang tersaji membuat Pak Kris kagum. “Kaget saya, kirain hanya sedikit dan nggak seberapa, ternyata koleksinya banyak banget dan menarik. “ Selama hampir dua jam Pak Kris menikmati kunjungannya. Sebelum pamit, ia menulis pesan yang ditulisnya dalam buku tamu “ Bagus, Keep the good work.” *** |
Jumat, 14 September 2018
WHAT A PLACE!!
Kamis, 13 September 2018
Suster Daria Klich (ahli sejarah) Dari Polandia
“Ah-haaaa…..” seruan singkat itu berulang kali muncul dari bibir Suster Daria saat tertarik dengan suatu hal. Tidak banyak kalimat yang keluar untuk mengekspresikan kekaguman saat mendengar berbagai cerita dan penjelasan. Sr Daria pernah mengatakan bahwa ia adalah seorang pemalu. Bisa dilihat, bagaimana pipinya yang putih sering semburat merah, ketika pembicaraan menyangkut dirinya. Namun ia serius dan betul betul memperhatikan apa yang disampaikan. Selama 2 minggu (5-18 Agustus 2018) ia berada di Indonesia bersama dengan 3 suster Ursulin dan 3 guru semuanya dari Polandia. Ke enam rekannya diundang untuk mengikuti acara IUYC Asia Pacific (International Ursuline Youth Camp) 10-13 Agustus yang diselenggarakan di lahan perkemahan Gunung Geulis, Sentul, Bogor. Acara Sr Daria agak berbeda, karena tugasnya di Polandia juga berbeda.
| Sebagai seorang ahli sejarah, Sr Daria yang baru saja menyelesaikan studi PhD-nya. Ia juga ingin membagikan pengalamannya sekaligus belajar hal-hal baru di Indonesia. Beberapa hari tinggal di Biara Santa Maria Juanda dan beberapa hari bekerja bersama dengan Sr Marie Louise, Sekretaris Provinsial di Bandung. Di sela-sela pertemuan Sr Daria juga diajak berkeliling Jakarta dan Bandung untuk melihat-lihat. Selama di Jakarta Suster Daria sempat mengunjungi Monas, Museum Nasional Indonesia, Kota Lama, TMII dan tentu saja ke Museum Santa Maria. Ia rajin mendokumentasikan dalam bentuk foto dan video dan meng-up-loadnya di Youtube, misalnya saja lagu “insieme”. Karya para Suster Ursulin Internasional bisa dilihat pula di situs: https://www.ursulines-ur.org/ “I’m pleased” Suster Daria tersenyum simpul saat diperlihatkan video buatannya, kami putar di ruang Au-Vi untuk menjamu pengunjung. Di ruang Auvi itu, Suster Daria berhenti sejenak kemudian duduk dan menikmati suguhan film pendek Museum Santa Maria. Usai menonton film singkat berdurasi 8 menit itu, terdengar “good..good..” komentarnya. Lalu Suster Daria diajak melihat lagi koleksi museum yang lain. Di Ruang Kerja banyak sekali foto-foto para suster misionaris yang saat ini sudah kembali ke negeri asalnya. Seruan “Ahaaa…” ciri khas Suster Daria kembali terdengar berulang ulang... Satu jam lebih Suster Daria keliling museum. Sebelum mengakhir kunjungan Suster Daria mengungkapkan kesannya berkunjung ke Museum Santa Maria dalam tulisan di buku tamu “Thank you Sr. Lucia for this wonderful visit in the museum. Good work.” You’re welcome Suster Daria, see you next time. Thank you for your visit and your suggestions which you have given to Museum Santa Maria also. .***
|
Jumat, 07 September 2018
ELIN dari Focolare: “Sangat bagus yang membantu orang-orang kenal misi Suster”.
Elin Tang anggota dari Gerakan Focolare (Focolare Movement) datang berkunjung ke Museum Santa Maria, Jumat 3/08/2018. Focolare adalah sebuah gerakan gerejawi dan universal yang lahir di Italia saat Perang Dunia II, pada tanggal 7 Desember 1943 yang dirintis Chiara Lubich.
Di dalamnya bergabung orang-orang dari berbagai latar belakang budaya, suku, agama, panggilan hidup, tingkat sosial. Misinya khususnya adalah: “mewujudkan doa Yesus kepada Bapa: “Semoga mereka semua bersatu” Dan sudah mulai berkembang di Indonesia juga, dengan pusatnya di Yogyakarta dan Medan. (lampiran). | Elin Tang sendiri yang kelahiran Hongkong, saat ini tinggal di Yogyakarta dan sudah fasih berbicara dalam bahasa Indonesia. Kunjungannya ke Museum Santa Maria adalah untuk yang pertama kali. Suster Ratna “mempromosikan” museum St Maria yang merupakan Museum dalam kompleks Sekolah-Biara kepada Elin Tang, serta menemaninya berkeliling menikmati apa dan bagaimana sejarah Museum Santa Maria.
Mulai dari Ruang Angela, pendirian Ordo Santa Ursula dan perkembangannya hingga di Indonesia. Di ruang Misi, Elin Tang mengagumi karya para suster di Papua..….(barangkali Misi Elin mau sampai ke Papua-kah?) Sayang, hanya sejenak Elin menelusuri jejak para Suster Ursulin pionir dan museum. Sebelum pamit Elin Tang menulis kesannya di buku tamu “Sangat bagus yang membantu orang-orang kenal misi Suster.*** |
Senin, 03 September 2018
INGATAN AKAN SANTA MARIA
“….karena tidak semua yang pernah sekolah di sana mengetahui sejarah berdirinya sekolah,” Senin, 27 Agustus 2018 sekitar jam 11 siang, dua pria berkemeja rapi datang ke Museum bersama Suster Lucia. Mereka, Hendra dan Andi adalah keponakan Suster Maria pemimpin Komunitas St Maria. Sebagai alumni SMP Santa Maria mereka ingin bernostalgia, karena kebetulan Hendra sedang berlibur ke Indonesia. Setelah sekian lama meninggalkan kampus, mereka ingin melihat kemajuan dan perubahan di kampus Santa Maria. Sambil menunggu Tantenya Sr Maria datang, mereka sudah tidak sabar untuk berkeliling melihat gedung-gedung baru, dan mereka menanyakan keberadaan Museum. Setelah lulus dari SMP Santa Maria, adik dan kakak Hendra dan Andi melanjutkan ke SMA St Theresia. Ketika lulus Andi memilih melanjutkan ke IPB dan Hendra ke ITB, kebetulan tanpa tes. Hendra yang mendapat bea siswa karena nilainya bagus, mendapat kesempatan untuk melanjutkan S2 ke Jerman. Setelah lulus ia pun bekerja di sana. Maka ketika ia mengambil cuti untuk kembali ke Indonesia, ia ingin mengenang kembali, Santa Maria. Juga peristiwa MEI 1998 yang “tak terlupakan.” | Persis 20 tahun yang lalu, peristiwa “kerusuhan Mei 1998” masih membekas di hati masyarakat Indonesia, termasuk Hendra dan Andi. Banyak anak yang terpaksa menginap di sekolah karena situasi menegangkan saat itu. “Di jalanan banyak terjadi bakar-bakar ban mobil, “ begitu mamanya menjelaskan. Ibu Elly Sumarsih, Kepala SMP mereka waktu itu, membenarkan bahwa banyak siswa yang terpaksa menginap di sekolah karena tidak dijemput dan tidak dapat pulang ke rumah. Ibu Elly dan para guru kemudian membuka “dapur umum” untuk menyediakan makan bagi mereka. “Untung saat itu banyak sumbangan mie, sisa dari bak-sos,” jelas Ibu Elly. Peristiwa itu sungguh membekas dan memberi kenangan tersendiri bagi siswa/si SMP betapa kacaunya situasi saat itu, namun sekaligus menjadi suatu ikatan emosional bagi yang mengalaminya. Kini Hendra dan Andi datang dalam situasi yang lain. Ia baru mengetahui ada museum di Santa Maria, di tempat ia sekolah dulu, saat ini. Syukurlah, keinginannya untuk mengunjungi museum mendorong mereka untuk memasuki, setiap ruang dan dengan sabar mendengarkan penjelasannya. Mereka berdua serius memperhatikan, dan mengikuti kemanapun Suster melangkah di setiap ruang di museum. Selama satu jam lebih berkeliling ada begitu banyak hal menarik yang baru diketahuinya. Ia menulis: “Museumnya menarik, karena tidak semua yang pernah sekolah disana (Contohnya saya sendiri) mengetahui sejarah berdirinya sekolah. Koleksinya lumayan banyak dan bervariasi.”. kalau ada kesempatan lain mereka berniat akan datang lagi.*** |
Langganan:
Postingan (Atom)
Penghormatan Relikui
Museum Ursulin Santa Maria (MUSM) menggelar Pameran dan Penghormatan Relikui memperingati Hari Raya Semua Orang Kudus. Kegiatan Pameran dan...

-
Hari Museum Indonesia tahun 2019 dirayakan dengan berbagai kegiatan, salah satunya adalah Grebeg Museum (=ramai-ramai mengunjungi museum...
-
Tanah makam para suster awalnya ada di Bidaracina. Semula tanah itu adalah pemberian Bapak Heugen, kepada Uskup Vrancken dengan mak...
-
Setiap kita ke museum apakah kita baca semua teksnya? Seperti apakah teks yang sesuai dan enak dibaca? Ibu Ajeng Ayu Arainikasi...