Kamis, 24 Februari 2022

Napak Tilas Jejak Ursulin di Surabaya (I)



Senin 24/1/2022 menjadi kesempatan istimewa dapat berziarah dan napak tilas jejak para Suster Ursulin di Surabaya. Napak tilas dimulai dengan ziarah ke makam para Suster Ursulin di Makam Belanda Peneleh dilanjutkan ke Biara Santa Perawan Maria (SPM) dan Biara Frater Bunda Hati Kudus (BHK) di Kepanjen. 

Biara Suster SPM dan Frateran BHK pada awal mulanya milik para suster Ursulin. Perang kemerdekaan 1945 mengubah situasi menyebabkan para suster Ursulin kehilangan banyak anggota yang menjadi korban perang dan menyerahkannya kepada para Suster SPM dan Frater BHK agar pelayanan kepada msyarakat dapat terus berjalan.
Makam Belanda Peneleh
Perjalanan dari Stasiun Pasar Turi Surabaya ke pemakaman Belanda Peneleh ditempuh tidak sampai setengah jam. Ongkos Ojol cukup terjangkau, tidak sampai lima belas ribu Rupiah, sudah termasuk tip driver.
 
Di Makam Belanda Peneleh, dimakamkan Suster Ursula Meertens pemimpin tujuh Suster Ursulin pionir ke Batavia tahun 1856. Suster Ursula Meertens dimakamkan bersama para Suster lain di komunitas Kepanjen Surabaya dalam satu blok. Blok makam para Suster itu ditutup dengan semen. Panjangnya kurang lebih 17 langkah dengan lebar 7 langkah.
 
Batu besar berukir menutup blok makam para suster. Lempengan batu kecil dengan tulisan berwarna kuning emas menempel pada batu besar menjadi sebuah kumpulan nisan.
 
Nisan Suster Louise Demarteau sebagai pemimpin pertama komunitas Ursulin Kepanjen posisinya paling atas dan paling besar menghadap ke Utara. Pada nisannya tertulis dalam bahasa belanda: TERGEDACHTENIS AAN DE EERW. MOEDER LOUISE EERSTE OVERSTE DER EERW.ZUSTER URSULINEN SOERABAJA OVERLEDEN14 MAART 1890 VAN HARE DANKBARE LEERLINGEN.
 
Di sisi timur bersebelahan dengan nisan Suster Louise Demarteau, terdapat nisan Suster Aldegonde, beliau pernah pernah memimpin Ursulin di Buitenzorg (Bogor) dan dimakamkan pada tahun 1914. Di sisi utara dan barat tidak ada nisan yang tertulis, entah copot atau memang kosong.
 
Sementara nisan Suster Ursula Meertens, pemimpin pertama pionir dan komunitas Ursulin di Batavia malah berada di sudut bagian bawah, kontras dengan kedua pemimpin komunitas di Surabaya dan Bogor.
    
Suster Ursula Meertens memang rendah hati, dalam kronik Noordwijk tertulis alasan beliau pindah ke Surabaya setelah lama memimpin komunitas di Batavia, yaitu supaya ia tidak dikenal. Di puncak nisan itu ada patung salib dengan relief mahkota duri.

 Banyak nisan yang lepas dan hanya ditulis angka. Mas Adi, petugas kebersihan, menuturkan bahwa ia tidak mengetahui persisnya sejak kapan batu nisan mulai copot karena ada petugas khusus yang mengurusi batu nisan. Salah satu lempeng batu nisan yang bertuliskan nama Suster Odile, wafat tahun 1816. Padahal para Suster Ursulin berada di Surabaya pada Oktober 1863, jadi bisa dipastikan tulisan itu keliru.
 
Ketika ditanyakan ke Mas Adi mengapa warna huruf di batu nisan dicat kuning? ia mengatakan bahwa yang mengecat bukan petugas makam. “Yang ngecat Nisan itu dari CIPTA KARYA, kontraktor, bukan petugas makam. Dicat karena waktu itu mau ada kunjungan dari Belanda jadi mereka yang ngecat.”
 
Mas Adi bertugas membersihkan, merapikan, merawat tanaman dan pohon di area pemakaman. Ia bekerja sebagai petugas kebersihan di Makam Belanda Peneleh sejak 2016.
 
Setelah memotret makam para suster dan mendoakannya, dilanjutkan ke makam Pastor Martinus van den Elzen SJ. Beliau yang mengundang dan mengajak para Suster Ursulindi Batavia untuk berkarya di Surabaya.
 
Masih menurut Mas Adi, pengunjung dari Semarang dan Malang banyak yang berziarah ke makam para Suster Ursulin dan ke makam Pastor Martinus Van Den Elzen. Makam pastor terletak tak jauh dari pintu masuk. Begitu pengunjung memasuki area pemakaman, tinggal lurus saja, maka akan langsung ketemu makam Pastor van den Elzen.
 
Pastor Martinus van den Elzen serta para Suster Ursulin menjadi salah satu bagian dari sejarah kota Surabaya. Baik nisan Pator van den Elzen maupun para Suster Ursulin, semuanya terawat baik.
(bersambung)
Tulisan "Makam Belanda Peneleh" didinding kantor pengelola disamping pintu gerbang
Tulisan "Makam Belanda Peneleh" didinding kantor pengelola disamping pintu gerbang

Nisan para Suster Ursulin

Nisan Suster Louise Demarteau

Nisan Suster Aldegonde


Nisan Suster Ursula Meertens, ujung kiri

Nisan yang copot

Mas Adi petugas makam

Nisan Pastor Martinus van den Elzen


Sabtu, 19 Februari 2022

Peluncuran & Bedah Buku "165 Tahun Ursulin Santa Maria Jakarta: Pendidik Perempuan Pertama Di Indonesia"

Buku sejarah “165 Tahun Ursulin Santa Maria Jakarta: Pendidik Perempuan Pertama di Indonesia” di- luncurkan pada Kamis 25 November 2021. Buku tersebut merevisi sekaligus melengkapi buku yang terbit sebelumnya dengan judul Ursulin Pendidik Perempuan Pertama di Indonesia yang terbit pada Desember 2016.

Para pembicara dalam Peluncuran dan diskusi bedah buku secara daring itu antara lain Suster Maria Dolorosa Sasmita OSU, pemrakarsa buku sejarah; Dr. Pudentia (Ibu Teti), Ketua Asosiasi Tradisi Lisan; serta Bapak Dr. Zeffry Alkatiri Dosen FIB Universitas Indonesia. Mereka hadir secara langsung di tempat peluncuran yaitu di Aula TK Santa Maria, Jl. Juanda nomor 29 Jakarta. Sedangkan pembicara yang hadir secara virtual adalah Bapak Scot Meeerrillees penulis buku dan peneliti; Dr. Kirsten Kamphuis Anggota Dewan Editorial Buku Tahunan Belanda Untuk Sejarah Wanita dan Peneliti; Dr. Lilie Suratminto, M.A Dekan Fakultas Sosial dan Humaniora Universitas Budhi Dharma, Tangerang.

Mengawali diskusi, Suster Maria Dolorosa mengungkapkan kegem-biraanya karena buku sejarah itu benar-benar terwujud dan peluncur-annya bertepatan dengan peringatan hari Guru Nasional dan lahirnya Kompani yang didirikan Santa Angela 486 tahun yang lalu. Suster Maria kemudian menceritakan semangat para Suster Ursulin dalam mendidik anak-anak dan kaum perempuan dengan membuka Sekolah Guru pada tahun 1881 sampai kemudian ditutup tahun 1991.

Suster Maria kemudian melanjutkan bagaimana Santa Angela memilih tanggal itu (25/11) sebagai hari lahirnya Kompani karena gereja pada tanggal itu merayakan pesta Santa Katarina dari Aleksandria, seorang Perawan dan Martir. Santa Angela mempunyai devosi yang khusus kepada perawan dan martir dari Alexandria itu. Semangat Kemartiran dan kemurniannya sebagai seorang gadis yang mempersembahkan diri kepada Tuhan menjadi semangat yang dihidupi Santa Angela dan kemudian diikuti oleh para putri-putri pengikutnya. Semangat yang sama dari Santa Ursula menjadi dasar nama kelompok Kompani Santa Ursula.

Setelah Suster Maria, giliran Pak Scott Merrillees yang berada di Australia memberikan paparannya. Pak Scott dalam slide power point memaparkan situasi area disekitar jalan Noordwijk abad 19. Dalam slide tersebut disajikan foto Gedung dan suasana Sekolah Ursulin Santa Maria. Pak Scott juga menampilkan gambar beberapa gedung dan tempat yang cukup terkenal pada masa itu yang terdokumentasi dalam kartu pos.

Beberapa gedung itu antara lain, Istana Negara, Gedung Asuransi Jiwa. Sedangkan gedung yang sekaranmg tidak ada jejaknya antara lain Harmonie, Toko Buku G. Kolf & Co, Perusahaan Tembakau.

Pak Scott juga menampilkan suasana jalanan di sekitar jalan Veteran, kali Ciliwung, area Pasar Baru Pecenongan dan sekitarnya. Foto-foto kartu pos yang disajikan Pak Scott sejenak membawa peserta ke masa lalu.

Sesudah Pak Scott giliran Kirsten Kamphuis. Ia adalah anggota Dewan Editorial Buku Tahunan Belanda untuk Sejarah Wanita. Ia saat itu berada di Jerman. Ia membahas bab dua dari buku itu: “Meretas Pendidikan Perempuan di Pulau Jawa”. Ia membahas mulai dari tahun 1856 ketika para Ursulin memulai Biara, Asrama dan Sekolah Para suster Ursulin mengabdikan diri untuk mendidik kaum muda khususnya Perempuan.

Anak-anak yang datang awalnya dari keluarga Eropa. Kurikulum sekolah pada awalnya dalam Bahasa Perancis, karena untuk kalangan atas, dalam bahasa Inggris dan Belanda. Kemudian suster-suster mendidik dari kalangan orang Jawa atau Pribumi dari golongan priyayi. Ada juga yang Indo (campuran). Juga ada dari keluarga Tionghoa. Anak-anak menghabiskan waktu untuk belajar, bermain dan bermusik serta menyanyi. Ada klas-klas piano dan alat musik lainnya. Mereka juga mengembangkan kesenian supaya bisa menikmati keindahan dan keharmonisan.
Ada juga pelajaran untuk meningkatkan ketrampilan sebagai persiapan menjadi istri dan ibu yang baik serta agar dapat mengelola rumah tangga dengan baik. Selanjutnya ada Sekolah TK dengan sistem Eropa yang anak-anaknya sudah campur. Di masa kemudian ada 2 sistem sekolah untuk anak-anak Eropa dan yang lain untuk anak-anak Pribumi. Sistem /kurikulum kedua sekolah terus mengikuti perkembangan jaman dengan metode-metode yang baru dan selalu maju sehingga menjadi sekolah yang modern.

Pak Zeffry menuturkan pengalaman perjumpaanya dengan para Suster Ursulin. Pak Zeffry mengenal para Suster Ursulin sejak Kakek neneknya menitipkan kedua putrinya (salah satunya adalah Mamanya Pak Zeffry) bersekolah di sekolah Ursulin.

Kakek Pak Zeffry berpandangan moderat dan berani melawan arus meski mendapat kecaman dari komunitas Arab di Batavia. Menurut Pak Zeffry, kakeknya berkeyakinan bahwa Sekolah Ursulin adalah sekolah yang terbaik untuk mendidik kedua putrinya. Pandangan moderat kakeknya itu menurun ke Pak Zeffry.

Sedangkan terkait buku sejarah 165 Tahun Ursulin Santa Maria Juanda, Pak Zeffry menuturkan bahwa buku tersebut ditulis dengan rinci dan lengkap. “Buku ini ditulis sangat terperinci dan sangat lengkap. Semua data dan dokumen telah dideskripsikan. Berisi tentang cerita sejarah yang menarik dengan bukti penampilan foto-foto yang bersejarah”

Ibu Teti menanggapi kisah Pak Zeffry dengan menyebut Sekolah Ursulin menerima berbagai kalangan sejak awal berdiri, “Sekolah Ursulin menerima berbagai bangsa pada saat itu bukan hanya satu golongan atau satu agama saja, ternyata juga merupakan pencerminan dari visi dan misi yang sudah ditetapkan atau sudah dihayati sejak 165 tahun lalu.”

Ibu Teti memberikan alasan mengapa ia mengundang perwakilan ANRI dan dari LIPI untuk hadir dalam bedah buku. Ia mengatakan bahwa Sekolah Ursulin yang sejak awal berdiri tahun 1856 sampai sekarang konsisten mendidik perempuan melewati berbagai tantangan kurikulum seiring perkembangan jaman.

Pak Lilie yang menjadi pembicara akhir mengingatkan generasi masa kini untuk mengenang jasa para pendahulu dengan merawat dan memelihara semua yang telah diwariskan melalui museum. Ia juga mengingatkan untuk melanjutkan semangat dan kesetiaan itu bagi keberadaan hidup dan karya Ursulin di kemudian hari.

"Museum dengan berbagai artefak peninggalan dari para pendahulu merupakan bukti keberadaan Para Suster Ursulin dari awal. Museum Ursulin Santa Maria yang sudah 10 tahun berdiri merupakan wujud nyata dari kepedulian kita kepada jasa para pendahulu yang telah berjuang merintis pendidikan perempuan di Batavia yang kemudian menyebar ke seluruh Nusantara.

Pak Lilie melanjutkan “Alangkah indahnya apabila jasa dan keberadaan para suster pendahulu juga diakui dan diapresiasi di tempat peristirahatan terakhir mereka, terlebih mereka yang berjuang di belakang layar. Nisan prasasti yang merupakan tanda akhir dari keberadaan para suster yang telah hidup dan berkarya di bumi Indonesia dapat menjadi kenangan bagi generasi yang hidup dan dapat menjadi tanda kasih dan hormat kita kepada mereka yang telah berjasa dan berjuang semasa hidupnya. Ya semoga prasasti dapat dibuat dan kita melakukan apresiasi lebih layak terutama bagi para suster yang pemakamannya atau rangkanya sempat berpindah-pindah tempat.”

Peluncuran buku secara daring dapat dilihat di kanal Youtube “Humas Sanmar“,
atau bisa juga diakses langsung pada link di sini

Ibu Tari (Moderator), Sr. Maria, Pak Zeffry dan Ibu Teti
Kirsten Kamphuis
Scott Merrilees
Para penulis buku, Sr. Maria, Sr. Lita, Sr. Hilda, Ibu Teti dan Pak Zeffry

Kamis, 17 Februari 2022

Kunjungan PKCB ke Museum Ursulin Santa Maria.


Pusat Konservasi Cagar Budaya (PKCB) Dinas Kebudayaan Provinsi DKI Jakarta mengunjungi Museum Ursulin Santa Maria. Kunjungan perdana ke Museum Ursulin Santa Maria tersebut dilaksanakan dalam rangka melaksanakan tugas pokok dan fugsi PKCB melakukan tindakan pelindungan dari kerusakan koleksi melalui kunjungan survei kondisi koleksi.

 Kunjungan PKCB dipimpin Bapak Teguh Mardiuntoro beserta staff, dilaksanakan pada Selasa 26 Oktober 2021 Pukul 10.00. Dalam perjumpaan tersebut, Pak Teguh mengungkapkan kegembiraanya karena rasa ingin tahunya tentang Museum Ursulin Santa Maria dapat terwujud. Pak Teguh juga menyampaikan salam dari pimpinan PKCB, Ibu Linda Enriany kepada keluarga besar Museum Ursulin Santa Maria. Ibu Linda Enriany tidak dapat hadir.


Suster Lucia Anggraini OSU, Kepala Museum beserta Suster Marie Louise Nastiti OSU menyambut dan menghantar seluruh staff PKCB berkeliling tour ke seluruh area museum.

 Fokus kunjungan selain mendengar cerita tentang tema dan isi museum, juga melihat ruang penyimpanan, proses pemeliharaan dan perawatan koleksi. Sambil berkeliling, mereka berdiskusi dan bertanya jawab terkait pemeliharaan dan perawatan koleksi.

 Di akhir kunjungan survey tersebut, PKCB memberikan saran dan masukan terkait keamanan, penempatan koleksi, pembersihan koleksi berbahan logam dan kertas (Buku) serta menganjurkan dilaksanakan fumigasi secara periodik. ***




Jumat, 11 Februari 2022

Kunjungan Virtual SD Santa Ursula ke Museum Ursulin Santa Maria


Kunjungan virtual SD Santa Ursula ke Museum Ursulin Santa Maria, Senin 18 Oktober 2021 dalam rangka memperingati pesta Santa Ursula pelindung biara dan sekolah Santa Ursula.

 Sekolah Santa Ursula merupakan cabang pertama dari Santa Maria Juanda pada tahun 1859, maka kunjungan tersebut sekaligus mengenang perjalanan dan perkembangan karya para Suster Ursulin di Indonesia.

 Kunjungan dibagi dalam dua sesi pukul 07.30 dan Pk. 08.20. Sesi awal diikuti kelas 1-3 dan sesi kedua kelas 4-6. Durasi setiap sesi kurang lebih 40 menit.

 Kunjungan virtual dimulai dengan perkenalan sejarah Museum dan staff oleh Suster Lucia Anggraini, OSU kemudian dilanjutkan dengan virtual tour. 
Virtual tour dimulai dari perjalanan tujuh Suster Ursulin pionir ke Batavia ke rumah di jalan Noordwijk yang sekarang menjadi jalan Juanda.
 Dari Juanda, karya para Suster Ursulin berlanjut ke Weltevreden di tahun 1859 untuk melayani anak-anak yatim piatu.

Virtual tour menampilkan foto-foto koleksi museum ditambah narasi langsung dari Pak Aji, pemandu museum. Sepanjang dua sesi, suasana gembira tak pernah putus. Anak-anak dengan gayanya masing masing menunjukkan antusias tinggi dengan berbagai ungkapan dan pertanyaan spontan.

Saat sesi tanya jawab berlangsung Suster Lucia terpaksa membatasi pertanyaan karena waktu yang terbatas. Di akhir acara anak-anak diminta mengekspresikan pe- ngalamannya mengikuti virtual tour.

Beberapa hasil karya yang terpilih ditampilkan dalam media sosial museum. berikut ini adalah ekspresi karya para siswa/siswi SD Santa Ursula Jl. Pos Jakarta dari kelas I-VI. ***




Visitor Studies Cara Museum Memanjakan Pengunjung.

Pergeseran paradigma museum dari Collection oriented ke Public Oriented memaksa Museum harus berbenah dan meningkatkan kualitas pelaya...