Rabu, 24 Februari 2021

Museum Menjadi Vaksin Untuk Memperkuat Imunitas Bangsa Indonesia dari Virus Disintegrasi & Degradasi Nasionalisme.

Saat ini virus tidak hanya Corona tetapi ada banyak macam virus. Ada virus disitegrasi bangsa, nasionalisme yang menurun dan sebagainya. Maka imunitas diri dan bangsa harus kita perkuat. Bagaimana kita menjaga imunitas rasa berbangsa dan nasionalisme kita? Salah satunya dengan museum.

 Museum identik dengan masa lalu karena kaitannya dengan waktu. Ada dimensi waktu yang tidak bisa kita lepaskan. Kita tidak akan mengalami masa kini tanpa ada masa silam. Jadi posisi museum sangat strategis sekali yaitu mampu menghubungkan masa lalu dan masa yang akan datang. Museum berisi jejak- jejak peristiwa masa lalu. Benda-benda yang menjadi saksi peristiwa masa lalu itulah yang akhirnya sampai pada kita. Namun banyak juga yang tidak sampai pada kita. Dari benda masa lalu itulah kita mendapatkan informasi. Informasi itu kemudian dikelola museum dan benda-bendanya dikaji kemudian hasil kajiannya itu dipublikasikan.

Generasi masa kini dapat melihat masa lalu melalui museum dan peninggalannya. Masa lalu akan berlalu begitu saja jika tidak ada yang mementaskan kembali. Oleh karena itu peristiwa-peristiwa masa lalu itu harus kita pentaskan lagi, harus kita maknai kembali. Benda benda itu akan menjadi tanpa makna jika museum tidak menampilkan kembali, tidak ada kajian kembali dan dibiarkan begitu saja.

 Itulah pentingnya museum sebagai lembaga, yang bisa mengkonservasi peninggalan masa silam, mengkajinya kemudian mempresentasikan untuk masa kini. Generasi masa kinilah yang kemudian memanfaatkan peninggalan-peninggalan itu melalui museum. Melalui museum, banyak nilai-nilai dan makna yang bisa diambil untuk menempuh masa depan. Artinya sebagai bahan memperkuat karakter dan kepribadian menghadapi tantangan masa depan. Materi-materi pendidikan karakter itu bisa diambil dari museum dan kegiatannya.

Museum untuk masyarakat.
Museum itu diselenggarakan untuk masyarakatnya bukan untuk bendanya. yang paling penting yaitu melayani publik. Museum baru punya makna setelah ada interaksi kepada masyarakat. Maka apa yang menjadi kekuatiran museum itu sendiri adalah ditinggalkan masyarakatnya. Itu yang harus museum perjuangkan dengan berbagai cara terutama di masa pandemi seperti sekarang ini. Perlu dicari strategi bagaimana agar museum tetap menjadi tempat yang menarik untuk dikunjungi.

Roh museum ada di koleksi itu sendiri atau koleksi bendawi. Pengelolaan museum berawal dari proses mengumpulkan, melestarikan, meneliti, mengkomunikasikan, memamerkan. Yang paling penting adalah mengkomunikasikannya kepada masyarakat.

Museum itu seperti sekolah tetapi berbeda. Pendidikan di sekolah, ya pendidikan saja tidak ada unsur hiburan. Contoh saat pelajaran matematika tidak mungkin belajar sambil bercanda. Berbeda dengan museum, di museum itu bagaimana supaya pesan tersampaikan dalam suasana yang enjoy. Museum harus mengemasnya dalam satu bentuk namanya edutainment. Apapun informasinya museum akan mengemas dalam bentuk pendidikan dan hiburan sehingga Museum menjadi lembaga hiburan yang mendidik.
Tugas Museum
Memang menjadi tantangan bagi guru sejarah bagaimana mengajar pendidikan sejarah, bagi guru seni bagaimana mengajar seni budaya. Kedepannya bisa diolah dan dikemas dengan bekerja sama dengan museum, bagaimana ilmu tentang kesejarahan dan seni budaya serta ilmu-ilmu lain itu dipresentasikan.

 Museum tanpa masyarakat itu seperti etalase tanpa pembeli. Terpajang saja dan tidak ada manfaatnya. Museum disebut gagal bila tidak mampu membuat masyarakat memanfaatkan-nya. Tentu saja dalam mengkomuni-kasikan dengan masyarakat ini tidak lepas dari bangunan atau lokasi museum.

Berbicara masalah komunikasi, museum adalah penyampai pesan dan masyarakat adalah penerima pesan. Pesannya melalui koleksi yang ada di dalamnya. Koleksi inilah yang nanti akan diolah dalam bentuk program-program publik yang ada di museum. 

Apapun program publiknya meski bersifat hiburan tetap harus didasarkan pada pesan yang ada di koleksi museum.Oleh karena itu, program yang dibuat tidak semata-mata hiburan saja. Itulah yang dikatakan bahwa koleksi museum itu adalah Rohnya museum. Relasi masyarakat dengan museum makin dekat dengan program-program publiknya.

 Komunikasi di museum meliputi semua aktifitas untuk menarik pengunjung (Publikasi & pemasaran), mencari kebutuhan mereka (Penelitian & evaluasi), dan menyediakan kebutuhan intelektual pengunjung (Pendidikan dan hiburan), semua itu dikemas dalam program publik.

 Museum dalam dunia pendidikan adalah mitra. Menurut Ki Hajar Dewantara museum adalah pusat pendidikan bagi sekolah, keluarga dan masyarakat. Tujuan pendidikan abad 21 menurut UNESCO dalam mengembangkan Ilmu pengetahuan, Ketrampilan, Kepribadian / Jatidiri, dan Kebersamaan dapat diperoleh di Museum.

Peran strategis museum
Peran strategis museum yang lainya adalah mencerdaskan kehidupan bangsa, memperkuat kepribadian Bangsa dan membangun Ketahanan nasional dan Wawasan Nusantara.

Kecerdasan bangsa terkait dengan literasi. Kita dapat menggunakan bahan-bahan dari museum sebagai bahan literasi. Kita diajak untuk tidak hanya membaca tulisan tetapi membaca perkembangan jaman, bagaimana perkembangan saat ini. Kalau dulu hanya penjajahan sekarang banyak sekali pengaruh-pengaruh dari luar yang mengarah pada disintegrasi bangsa munculnya paham-paham yang mengganggu stabilitas nasional.

Memperkuat kepribadian bangsa maksudnya karakter kita bangsa Indonesia itu berbeda dari karakter bangsa lainnya. Bangsa Indonesia disebut Indonesia karena budayanya. Budaya kita itulah yang membedakan kita dengan bangsa lain. Maka budaya menjadi benteng yang sangat kokoh di Indonesia. Budaya harus kita kelola bersama karena sangat penting bagi kelangsungan kehidupan berbangsa dan bernegara. Ketika membahas budaya inilah museum sangat tepat untuk pendidikan karakter bangsa. ***

 Sumber tulisan:
Paparan Bpk. Judi Wahyudin M.Hum dan Bpk. Vincentius Agus sulistya, Spd. MA dari akun Youtube QITEP IN MATHEMATICS dalam Webinar Peran Museum dalam Menjaga dan Melestarikan Budaya Literasi dan Numerasi yang diselenggarakan Museum Benteng Vredeburg Yogyakarta bekerjasama dengan SEAMEO Regional Centre for QITEP in Mathematics.

Senin, 22 Februari 2021

Video 10 Tahun Museum Ursulin Santa Maria


Museum Santa Maria diresmikan dan dibuka pertama kali pada 6 Februari 2011 oleh Romo Bratakartana, SJ. Museum diprakarsai oleh Sr. Inggrid Widhiningsih, OSU dan dibantu relawan pertama Ibu Gina Sutono alumni SPG Santa Maria. Video pendek ini merangkum perjalanan 10 tahun Museum Santa Maria yang kemudian berubah menjadi Museum Ursulin Santa Maria. Selamat menikmati  

Senin, 08 Februari 2021

Dignity Orang Indonesia dalam pandangan Scott Merrillees

Scott Merrillees seorang Penulis, kolektor dan peneliti kartu pos kuno Indonesia menampilkan Dignity atau Martabat dan wajah Orang Indonesia dalam bukunya yang ke empat “Faces of INDONESIA” seperti ditulis KOMPAS Selasa, 2/2/2021 pada kolom Nama & Peristiwa, halaman 16.  

Dua gambar yang diterbitkan dalam dua buku berbeda yaitu foto anak-anak yang sedang membaca koran yang dijadikan cover buku pada edisi keempatnya itu, juga gedung sekolah dan asrama putri yang dikelola para Suster Ursulin di Batavia ditampilkan pada buku dengan judul “BATAVIA In Nineteenth Century Photographs”, menunjukkan kepedulian Pak Scott dalam pendidikan dan sejarah sekaligus keinginan menunjukkan kepada pembaca, wajah sesungguhnya dari orang Indonesia yang haus ilmu dan selalu berusaha meningkatkan kualitas intelektualnya. 

Selamat kepada Pak Scott Merrillees atas terbitnya buku keempat “Faces of INDONESIA“ yang memperkaya sejarah Indonesia, dan semoga membuka mata pembaca untuk melihat situasi pendidikan saat ini apakah sungguh menampakkan wajah Indonesia. ***





Minggu, 07 Februari 2021

Acara 165 Tahun Ursulin



Sebagai rangkaian awal acara 165 tahun, mari kita mengenal lebih dalam Biara, Asrama, dan Sekolah Santa Maria Juanda-Jakarta, menapak tilas sejarah sekaligus mengenal kehidupan biarawati Ordo Santa Ursula (OSU) di Biara Santa Maria Juanda Jakarta. 

Disiarkan oleh Hidup TV dalam "Tour the Biara Episode 16: Biara Santa Maria"

Sabtu, 6 Februari 2021 

Pukul 09.30 WIB 

Via link: https://youtu.be/I32CKvr0T-8

Jangan lupa SHARE, LIKE👍 dan SUBSCRIBE🔔🙏Tuhan memberkati

Senin, 01 Februari 2021

Mutu Derajat Jurnalis

Budaya jurnalistik yang tidak beretika dalam dunia modern saat ini menjadi ‘tsunami’. Tsunami itu air yang banyak dan bisa membu-nuh kita. Tsunami informasi berarti informasi yang sangat banyak dan tidak terbendung. Tidak lagi ada etika dan tata krama dalam sebaran informasi.

Sebelum dunia internet dikenal, setiap jurnalis yang melaporkan berita selalu menyertakan sumber kutipan. Bagaimana melihat jurnalisme dalam era internet? Pertanyaanya kita sebagai pembaca bukan mana benar dan salah beritanya, tetapi bagaimana kita mengukur derajat keperca-yaan media yang kita baca. Bila kita menulis, memilih sumber, memilih kutipan kemudian mempublikasikan atau sekedar memviralkan atau memforward berita dari Whatsapp, facebook dan sosial media lainya pertanya-annya adalah apa yang membuat kita dipercaya oleh masyarakat pembaca WA atau media sosial itu?

Tugas utama jurnalis adalah memberitakan kebenaran yaitu kebenaran fungsional yang dibu-tuhkan masyarakat, bukan kebe-naran teologis, bukan kebenaran filsafat juga bukan kebenaran ideologi. Arti kebenaran fungsional itu kebenaran sehari hari yang bisa direvisi dan diperbaiki layaknya ilmu pengeta-huan, sejarah dan sebagainya.

Esensi jurnalisme adalah verifikasi, bedakan dengan hiburan, propaganda, fiksi infotainment atau seni. Oleh karena itu jurnalis harus bersikap setransparan dan sejujur mungkin tentang metode dan motivasi dalam liputan seperti nama lengkap, tujuan wawancara, email dan seterusnya; bersandar pada reportase sendiri dan menyadari prinsip urutan sumber dimana sumber pertama lebih bisa diandalkan dari sumber kedua dan seterusnya. Juga bersikap rendah hati, dalam memverifikasi perlu pikiran terbuka.

Untuk memverifikasi, pertanyaan yang baik mencerminkan keterbukaan pikiran dari 5W1H dan bukan pertanyaan tertutup dengan jawaban ya atau tidak.

Penggunaan sumber anonim dengan ketentuan bila sumber tersebut berada pada lingkaran pertama peristiwa berita atau untuk keselamatan sumber tersebut bila identitasnya terbuka.
Sumber anonim harus lebih dari satu dan independen satu dengan yang lain. Sumber anonim harus berjanji bahwa perjanjian ke anoniman batal bila dia terbukti menyesatkan atau beritanya tidak benar.

 Paparan tentang jurnalistik itu disampaikan oleh jurnalis senior dari Human Rigths Watch Bpk. Andreas Harsono sebagai narasumber webinar “Bagaimana menilai jurnalisme bermutu dalam tsunami informasi?”, yang diselenggarakan oleh Museum BENTENG HERITAGE dan Persaudaraan PERTIWI, didukung AGSI (Asosiasi Guru Sejarah Indonesia), KOMJEL (Komunitas Jelajah) dan Komunitas Historia Indonesia, pada Rabu 27 Januari 2021 Jam 19.00 WIB. Dalam webinar tersebut Panitia juga menghadirkan sejarahwan Prof. Peter Carey.

Menurut Prof. Peter Carey, peran dari wartawan selama masa sejarah sangat penting dan tidak diragukan. Tetapi wartawan paling sering diserap dalam politik, contoh pada perang Diponegoro, kalau Belanda mau mengakui kesalahan mereka tentang kesa-lahan kebijakan yang mengakibatkan krisis maka mereka bisa kalah perang. Maka mereka membelokkan sejarah dengan cerita bahwa Diponegoro melawan karena frustasi tidak jadi sultan dan tidak mau ada modernisasi saat Belanda melebarkan jalan di areal kediamannya. Ada kesan siapa menang akan menulis sejarah.

 Prof Peter berpesan agar kita menjadi jurnalis yang berani menuliskan kebenaran “Kebohongan besar menjadi salah satu biang keladi malapetaka besar di beberapa negara. Saat kita menulis sejarah, kita harus berani menulis yang benar. Jangan takut mengutarakan sesuatu yang tepat kepada pemimpin. Kita harus berani membongkar yang busuk. Kalau kita tidak membongkar yang busuk maka akan merusak akar atau sendi suatu negara.“

“Tugas seorang sejarahwan adalah mengungkapkan kebenaran yang menjadi peninggalan abadi sekaligus jembatan yang menghubungkan masa lalu dan masa depan.” Pungkas Prof Peter. ***

Visitor Studies Cara Museum Memanjakan Pengunjung.

Pergeseran paradigma museum dari Collection oriented ke Public Oriented memaksa Museum harus berbenah dan meningkatkan kualitas pelaya...