Jumat, 23 April 2021

Kudapan Virtual Pesta Ulang Tahun


Museum Ursulin Santa Maria ‘menyajikan’ Bitterballen dan Poffertjes, makanan khas Hindia Belanda pada abad 19 dalam webinar “The Living Heritage on Your Plate” untuk Memperingati 10 tahun museum Ursulin Santa Maria dan 165 tahun Biara, Asrama, dan Sekolah Santa Maria Juanda-Jakarta (Rabu, 31/3/2021)

 Penyajian kedua menu makanan dalam webinar tersebut sekaligus sebagai upaya melestarikan jejak sejarah Biara-Asrama-Sekolah Santa Maria Jakarta.

 Dalam webinar tersebut diputar film pendek proses pembuatan Bitterballen dan Poffertjes, kemudian penyajiannya. Proses pembuatan dan penyajiannya menggunakan peralatan milik museum dan SMK Santa Maria jurusan Tata Boga. Koki dan penyaji menggunakan baju produksi Tata Busana dengan model siswa-siswi SMK jurusan Tata Boga dan Perhotelan.

 Usai pemutaran film, M. Petra Timmer PhD Co-owner of TiMe Amsterdam, international museums & heritage consultants membahas sejarah Bitterballen dan Poffertjes.

 Bitterballen adalah kudapan khas negeri kincir angin Belanda yang populer berbentuk bola berisi daging cincang. Biasanya kudapan ini menjadi teman minum bir. Kenapa ada kata "bitter"? "bitter" diartikan "pahit". "Bitter" sendiri adalah rasa minuman beralkohol yang berasal dari ekstrak herbal yang biasanya rasanya pahit. Jadi, "Bitterbal" adalah bola-bola yang dimakan sebagai teman minum segelas "bitter" atau bir.

 Nama poffertjes berasal dari 2 kata yaitu poffer yang berarti pancake dan tje yang berarti mini. Jadi poffertjes adalah pancake yang berukuran mini dengan diameter 3 cm. Biasanya, kue mungil nan lembut dari Belanda ini disajikan bersama taburan gula halus.
Ine WawoRuntu Alumni TK-SMP St. Vincentius menjadi pembicara berikutnya. Ia memberi penjelasan berbagai artefak yang digunakan.

 Bu Ine memulai dari backdrop yang bertuliskan de Refter. Backdrop tersebut adalah foto dari ruang Refter atau ruang makan biara Ursulin di Noordwijk atau Juanda sekarang. Foto itu menggambarkan suasana ruang makan tahun 1875 sampai 1942. Baik KTLV maupun Tropen museum, universitas Leiden masing masing memiliki koleksi foto tersebut.

 Dari Backdrop beralih ke meja hidang yang bernuansa Art Noveau – Art Cfart yang tampak dari kaki meja dan sandaran kursi. Model kursi itu sampai sekarang masih digunakan di Belanda. Kemudian tempat untuk menyimpan makanan yang di Belanda disebut HOIKIST atau Peti Jerami. Jerami mengandung panas sehingga digunakan sebagai salah satu alat masak. Hoikist ini menjadi cikal bakal munculnya oven.

 Berbagai peralatan dan perlengkapan masak yang digunakan dalam produksi film pendek sebagian merupakan koleksi museum. Salah satu keunikan peralatan tersebut adalah koleksi Cutlery yaitu sendok garpu dan pisau berukir nama pemilik.
 Selain perlengkapan makan juga ditampilkan hasil produksi Tata Busana berupa kostum yang digunakan model Suster, Koki maupun Penyaji.
 Produksi film tentang proses membuat makanan, penyajian dan kostum dalam webinar tersebut sekaligus memperkenalkan jurusan yang dikelola SMK Santa Maria yaitu jurusan, Tata Boga, Tata Busama, Perhotelan dan Multimedia. Selain memperkanlkan jurusan, produksi film juga sekaligus sebagai sarana informasi kepada masyarakat bahwa karya pendidikan kejuruan tersebut dirintis oleh para Suster Ursuliun sejak kedatangnnya ke Batavia tahun 1856 yang lalu. *** 
Anda tertarik dan penasaran, silahkan menyaksikan video lengkapnya dibawah ini atau langsung cek disini 

Selasa, 13 April 2021

Kesan Pertama Begitu Menggoda Selanjutnya Terserah Anda

Wisatawan akan menikmati seluruh perjalanan wisata bila perjumpaan pertama dengan pemandu berkesan. Selain ramah dan sopan, yang membuat wisatawan terkesan dengan pemandu wisata adalah kemampuan pemandu menguasai berbagai macam bahasa.

Menurut Mba Yuli Wulandari, Wakil Ketua Ikatan Pemandu Museum Indonesia (IPMI), Pemandu merupa-kan salah satu produk dari industri pariwisata selain destinasi, transportasi, akomodasi dan fasilitas. Sebagai ujung tombak dunia Pariwisata, pemandu harus paham tugasnya yaitu memandu atau mengatur dan memberikan informasi perihal destinasi wisata, kegiatan dan tata tertib di lokasi wisata serta memastikan bahwa harapan pengunjung terpenuhi.

Untuk bisa memenuhi harapan wisatawan, Pak Suparta, Instruktur pemandu dari IPMI mengatakan seorang pemandu harus mengetahui teknik dan etika kepemanduan. Teknik dan etika kepemanduan diawali saat memulai pembicaraan dengan mengucapkan salam dan selamat datang kemudian memperkenalkan diri.

Sedangkan Pak Aleks Amat Al Kusaini yang akrab dipanggil Papi Alex, Ketua Umum IPMI mengharapkan pemandu harus memberikan kesan yang istimewa sejak perjumpaan pertama dengan wisatawan dari manapun. Sangat bagus apabila seorang pemandu memahami bahasa daerah atau asing asal pengunjung sehingga wisatawan seolah ditemani kawan sendiri.
Oleh karena itu seorang pemandu sebisa mungkin menguasai berbagai bahasa daerah atau bahasa asing. Ia pun mengutip slogan sebuah iklan, kesan pertama begitu menggoda selanjutnya terserah anda. Artinya kalau wisatawan sudah terkesan dengan perjumpaan pertama ia akan merasa nyaman dan pemandu akan lebih mudah mengajak wisatawan untuk berkeliling dan berbelanja souvenir atau kuliner di area tempat wisata. Kesan yang baik dengan pemandu juga membuat wisatawan teringat untuk kembali atau minimal menceritakan pengalamannya dan membuat orang lain tertarik berkunjung.

Pesan dari para pengurus IPMI kepada para siswa SMK Jurusan Pariwisata dan Mahasiswa di wilayah Yogyakarta tersebut disampaikan dalam Virtual Training Pelatihan Kepemanduan Museum Dan Destinasi Wisata yang diselenggarakan oleh museum History of Java, d’Topeng Kingdom Museum bekerja sama dengan Ikatan Pemandu Museum Indonesia (IPMI) dan Badan Musyawarah Museum D.I. Yogyakarta pada Selasa 30 Maret 2021 lalu.

                                 ***

Edukator, Mengkomunikasikan Koleksi dan Program Edukasi

  ki-ka: Ibu Jumiati ,Bpk. Gumilar Ekalaya, Bpk. Yiyok T. Herlambang, Bpk. Mursidi, Dinas Pariwisata dan Ekonomi Kreatif PemProv DKI Jakarta...