Jumat, 29 Juni 2018
Selasa, 19 Juni 2018
Menikah atau …… (Mati!)
Libur hari raya Kenaikan Isa Al-Masih, kamis 10/05/2018 dimanfaatkan anak-anak calon komuni pertama sekolah SD Bina Nusantara Serpong-BSD untuk rekoleksi. Mereka mengikuti Misa di Katedral, lalu mengunjungi Museum Santa Maria dan belajar bersama di Kapel.Sekitar jam 11, rombongan datang ke kompleks Sekolah Santa Maria usai misa di gereja Katedral melalui pintu Batutulis Raya 30. Sesampai di lapangan rombongan istirahat dulu. Sekitar 30 anak bersama 4 pendamping, menikmati makan siang bersama sambil duduk di lantai galeri SD St Maria. Setelah berganti baju dengan kaos seragam, mereka mulai mengikuti tour. Mereka diarahkan menuju hall museum terlebih dahulu. Di hall museum, sudah disiapkan video pendek untuk memperkenalkan museum. Setelah selesai pemutaran video mereka diberi kesempatan tanya jawab tentang museum. Selama sesi tanya jawab, ada hal yang menarik. Anak-anak antusias untuk bertanya atau berebut menjawab pertanyaan dari suster. Saat diceritakan oleh Suster, bahwa pada awal kedatangan, banyak suster yang meninggal pada usia muda; ada seorang anak bertanya: “Berapa umurnya?” “Suster Emmanuel Harris OSU salah satu pionirnya, meninggal dunia setelah tiba 4 hari di Batavia berusia 27 tahun.” Mendengar kisah itu, seorang anak berseru kaget “Waah.. habis graduate meninggal….” | Binus merupakan salah satu Sekolah Internasional yang memakai bahasa Inggris sebagai bahasa pengantar sehari-hari, maka tidak heran kalau terdengar celotehan mereka dalam bahasa Inggris yang bercampur dengan bahasa Indonesia. Malah ada ortu yang mendampingi anaknya mengaku bahwa “Justru tantangannya adalah bagaimana menggunakan bahasa Indonesia dengan benar.” Kemudian, rombongan dibagi menjadi dua kelompok. Sengaja kelompok pertama laki-laki semua yang keliling museum. Kelompok kedua seluruhnya perempuan menunggu kelompok pertama usai sambil menonton video singkat “Jadi Suster siapa takut?” Video yang dibuat tahun 2015 ini senagaja diputar untuk mereka, untuk menggugah hati akan panggilan khusus sebagai biarawati. Sementara itu, kelompok anak laki-laki juga antusias dengan mengajukan banyak pertanyaan di hampir setiap ruang dan benda yang dipamerkan. Mereka berebut untuk bertanya, pemandu berusaha menjawab satu per satu pertanyaan anak-anak dengan sabar. Kelompok kedua dipandu oleh Suster Ellen. Di ruang Angela, Suster menjelaskan siapa itu Santa Angela Merici dan bagaimana proses beliau mendirikan Kompani Santa Ursula. Saat Suster bercerita “Pada masa itu, hanya ada dua pilihan bagi wanita dewasa, yaitu menikah atau……” “Mati” potong seorang anak setengah berteriak. Suster Ellen dan guru pendamping tersenyum mendengarnya. Kemudian baru dilanjutkan “Hanya ada dua pilihan bagi wanita dewasa pada masa itu yaitu menikah atau menjadi biarawati- suster.” Di ruang-ruang yang lain, anak-anak banyak berkomentar dan ada juga yang mencatat penjelasan suster. Setelah berkeliling, kelompok kembali berkumpul di hall dan diarahkan menuju kapel untuk belajar bersama memahami tata cara Perayaan Ekaristi dan peralatan misa. Di kapel, anak-anak diajak belajar alat alat liturgy langsung di meja altar. Apa saja perlengkapan misa dan bagaimana menggunakannya seperti misalnya , monstrans, sibori, ampul, patena, pala dan lain-lainnya. Orang tua mereka berkomentar: “Bagus, anak-anak mengalami sendiri bagaimana memegang dan menyusun alat-alat itu.” Anak-anak sengaja diajak mendekat ke Altar untuk praktek menyusun piala. Pembimbing juga menghimbau, bahwa setelah anak-anak menerima komuni pertama, mereka dapat langsung mendaftarkan diri sebagai misdinar. Tak terasa hampir jam 3, anak-anak sudah lelah. Setelah berfoto bersama di dalam kapel, rombongan pamit pulang. *** |
Senin, 18 Juni 2018
Rabu, 06 Juni 2018
You speak English, I speak Indonesia
Siang itu Jumat, 4/5/2018 seusai makan siang, seorang turis berjenggot dan berkumis putih tebal bertamu ke Museum Santa Maria. Di depan hall museum ia menyapa kami, “Hi…. Can you speak English?” Saat dijawab sedikit bisa, langsung ia menyambar “You speak English, I speak Indonesia.”
Ia tertawa. “Hay Coppens “ Ia memperkenalkan diri. Hay Coppens berasal dari Belanda dan pernah lama tinggal di Papua Indonesia. Di Jakarta ia sering menginap di Panti Asuhan Vincentius Putra. Hay pernah mengajar Teologi di Sekolah Tinggi Filsafat dan Teologi Fajar Timur pada masa Sr De Yanshak (Misionaris Ursulin yang telah kembali ke Amerika). Hay datang untuk melihat museum dan mau pamit, karena Senin sore akan kembali ke Belanda. Memang Hay sering datang ke Indonesia untuk membantu menterjemahkan Sejarah beberapa tarekat religius dan pernah bertemu dengan Sr Lucia. | Siang itu selama kurang lebih tiga jam, kami ngobrol dan menemani Hay keliling museum. Hay Coppens memberi banyak masukan untuk Museum Santa Maria. Beberapa koleksi ia kenal dan memberikan informasi tambahan untuk koleksi kami. Salah satunya adalah bejana air dan pispot. Hay menjelaskan bahwa pada masa lalu instalasi air bersih belum ada yang sampai ke kamar sehingga para suster dan penghuni asrama wajib membawa bejana berisi air dan pispot. Di ruang Liturgi dan Relikui, Hay juga memberi banyak sekali masukan bagaimana menampilkan benda pamer agar pengunjung tertarik. Seperti bagaimana jubah atau stola itu dipamerkan dan tambahan terjemahan beberapa sertifikat relikui. Hay juga berjanji akan membantu semampunya apabila dibutuhkan. Tawarannya kami sambut dengan sukacita. Setelah puas berkeliling, Hay pamit dan menuliskan pesan di buku tamu “Volunteer sangat mengesankan dan museum juga!!”*** |
Langganan:
Postingan (Atom)
Penghormatan Relikui
Museum Ursulin Santa Maria (MUSM) menggelar Pameran dan Penghormatan Relikui memperingati Hari Raya Semua Orang Kudus. Kegiatan Pameran dan...

-
Hari Museum Indonesia tahun 2019 dirayakan dengan berbagai kegiatan, salah satunya adalah Grebeg Museum (=ramai-ramai mengunjungi museum...
-
Tanah makam para suster awalnya ada di Bidaracina. Semula tanah itu adalah pemberian Bapak Heugen, kepada Uskup Vrancken dengan mak...
-
Setiap kita ke museum apakah kita baca semua teksnya? Seperti apakah teks yang sesuai dan enak dibaca? Ibu Ajeng Ayu Arainikasi...