Lima Novis atau calon suster Ursulin dari Bandung mengunjungi Museum Biara-Sekolah Santa Maria didampingi Pembimbingnya Sr. Ann Hajon OSU, Jumat 4 Mei 2018.
| Saat tiba di ruang Audio Visual, para suster melihat dua manekin dengan baju seragam suster/habyt. Suster Ann, di depan para novis membantu menjelaskan secara runut penggunaan baju seragam yang berubah dari waktu ke waktu. Sambil tersenyum Sr Ann menyebut baju suster model lama itu suka disebut Baju Sapu Lantai karena baju suster itu betul betul sampai menyentuh lantai. Di ruang yang lain para suster novis juga diajak untuk melihat bagaimana suasana kamar tidur sederhana para suster waktu itu. Tidak ada cermin untuk merias diri karena para suster mempersembahkan kecantikannya untuk Tuhan. Semua dipersembahkan untuk kemuliaan Tuhan, Soli Deo Gloria- sesuai semboyan Ursulin. Setelah mengunjungi museum, mereka diundang makan siang di biara dan bertemua dengan anggota komunitas. Lalu mereka melanjutkan kunjungannya ke biara-sekolah Ursulin lainnya yang berlokasi di Jakarta. Mereka mampir dan melihat-lihat Komunitas St Ursula-Jl Pos, kemudian St Theresia, Jl. Haji Agus Salim dan terakhir ke Komunitas Vincentius Putri di Jl. Otto Iskandar Dinata. “Ya..biar sekalian tuntas belajarnya,“ jelas Sr Ann. Mereka tiba kembali di Novisiat Bandung malam itu sekitar jam 22.00. *** |
Rabu, 30 Mei 2018
PARA NOVIS URSULIN
Jumat, 18 Mei 2018
Sadar Untuk Mulai Merawat
Senin 7 Mei 2018 dua suster dari tarekat Fransiskan-Sibolga, Sr Evelyn OSF dan Sr. Editha OSF bersama Pastor Alboen Simatupang, Pr mengunjungi museum.Ternyata kunjungan mereka atas inisiatif Mbak Graece dari Komunitas Sahabat Budaya yang rajin mengunjungi berbagai tempat bersejarah di Indonesia. Mbak Graece beralasan karena Museum Santa Maria dikelola para suster dan membuat penasaran kedua suster dan pastor tersebut bertanya-tanya seperti apakah museumnya? Mereka tiba di museum Santa Maria, di kantor sekitar jam 10.00. Selepas berkenalan dan ngobrol, Mereka dihantar keliling museum. Para suster dan pastor itu kagum dan memuji para Suster Ursulin yang merawat peninggalan para pendahulu. Mereka berharap melalui kunjungan ini mereka dapat belajar untuk lebih memperhatikan peninggalan para pendahulu baik benda yang dipakai maupun fasilitas untuk berkarya. Tujuannnya tidak lain adalah untuk menghargai jasa para perintis, dan membantu mengingatkan penerusnya bagaimana perjuangan dan karya yang dijalani mereka. | Sebelum meninggalkan museum, ada beberapa pesan dan tanggapan yang ditulis di buku tamu: “Waah bagus sekali ini museumnya.” “ Kami jadi sadar kami juga harus merawat milik kami. Selama ini kami pakai barang ya pakai saja, yang sudah tidak dipakai masuk gudang. “ “Kami harus mulai mengelola peninggalan suster pendahulu karena suster misionaris awal kami sampai saat ini masih hidup.” Secara lisan maupun tertulis kedua suster menyatakan “Sangat terkesan atas keramahan, kebaikan dan pelayanan. Sangat bagus memberi perhatian peninggalan masa lalu untuk menghargai sejarah”. Tak terasa 3 jam berlalu. Waktu tour ke museum dirasa masih kurang karena mereka mesti segera check in tempat penginapan untuk mengikuti pertemuan yang diadakan oleh KWI. Mereka berharap suatu saat bisa mampir lagi. *** |
Jumat, 11 Mei 2018
Mystagogi dan Legio Junior Villa Melati Mas
Kunjungan rombongan mystagogi baptisan baru dan legioner dari Paroki Villa Melati Mas gereja St. Ambrosius yang dikoordinasi oleh Ibu Ida, mengunjungi Museum Santa Maria Minggu pagi 29 April 2018 jam 08.25 WIB.Saat itu misa di kapel Santa Maria baru saja usai. Rombongan diterima Sr. Astin OSU dan Sr. Ellen OSU kemudian dihantar ke hall museum. Setelah dijelaskan singkat sejarah dan tata tertib selama di museum, rombongan dibagi dua kelompok kemudian tour museum Santa Maria dimulai. | Di setiap ruang, beberapa baptisan baru antusias mendengarkan dan mencatat setiap penjelasan pemandu. Anak-anak senang dan menikmati tour. Namun tour museum terasa singkat, kurang dari sejam karena waktu yang mepet dengan jadwal misa di paroki Katedral. Pukul 10.15 rombongan meninggalkan komplek Santa Maria untuk misa di katedral. Maka untuk kunjungan ke depan diharapkan mereka datang ke Museum setelah misa agar tidak terburu-buru dan pengunjung dapat menikmati tour .*** |
Senin, 07 Mei 2018
Museum Santa Maria Di Pameran Museum Se-Indonesia.
Museum Santa Maria mendukung dan terlibat Pameran Museum Se-Nusantara dalam rangka ulang tahun TMII ke 43.Selain terlibat dalam pameran, Museum Santa Maria juga menampilkan performance di panggung terbuka bekerjasama dengan SMK dalam Opera 1856 yang mengisahkan perjalanan para pionir Ursulin dari Sittard di Belanda ke Batavia serta karyanya berupa Sekolah dan asrama yang masih bertahan hingga saat ini. Seluruh pemain opera adalah siswa siswi SMK jurusan Tata Boga. Pameran ini merupakan pameran pertama yang diikuti Museum Santa Maria sejak berdiri tahun 2011 yang lalu. Apalagi melihat tema terkait perempuan yang sesuai dengan karya para Suster Ursulin dalam mendidik kaum perempuan. | Dan ternyata banyak pengunjung yang belum tmengetahui siapa itu Museum Santa Maria dan para suster Ursulin serta karyanya dalam mendidik perempuan. Banyak yang berasumsi bahwa Sekolah Santa Maria yang dikelola para Suster Ursulin adalah sekolah katolik dan siswanya diwajibkan menjadi katolik. Padahal pada awal berkarya membuka asrama dan sekolah warga katolik sangat sedikit dan mayoritas justru non katolik yang menghuni asrama maupun siswi sekolah. Jumlah siswi katolik pada sekitar tahun 1856 sangat sedikit. Adapula pengunjung saat melihat keterangan pada foto Martha Tilaar tertulis alumni SGA mereka menganggap SGA yang didirikan para suster adalah singkatan dari Sekolah Guru Agama padahal yang benar adalah Sekolah Guru Atas cikal bakal Sekolah Pendidikan Guru. Pengunjung lain ada juga yang berasumsi bahwa seragam siswi sekolah Santa Maria sama persis dengan baju yang dikenakan manekin suster. Setelah dijelaskan dengan bukti film pendek yang tengah diputar dimana dalam film tersebut dua orang siswa dan siswi berseragam Sekoah Santa Maria menjadi host dalam film pendek yang tengah diputar, pengunjung pun mengangguk-angguk paham. Sementara dugaan pengunjung bahwa prioritas siswi pasti adalah orang belanda tentu saja benar. Meski benar namun tidak seluruhnya tepat karena tiga tahun sesudahnya tepatnya di tahun 1859 para Suster Ursulin membuka panti asuhan bagi perempuan pribumi di tempat yang sekarang bernama Sekolah Santa Ursula di seberang Pasar Baru. Artinya bahwa para suster Ursulin tidak melupakan pendidikan perempuan pribumi pada masa itu. *** |
Langganan:
Postingan (Atom)
Penghormatan Relikui
Museum Ursulin Santa Maria (MUSM) menggelar Pameran dan Penghormatan Relikui memperingati Hari Raya Semua Orang Kudus. Kegiatan Pameran dan...

-
Hari Museum Indonesia tahun 2019 dirayakan dengan berbagai kegiatan, salah satunya adalah Grebeg Museum (=ramai-ramai mengunjungi museum...
-
Tanah makam para suster awalnya ada di Bidaracina. Semula tanah itu adalah pemberian Bapak Heugen, kepada Uskup Vrancken dengan mak...
-
Setiap kita ke museum apakah kita baca semua teksnya? Seperti apakah teks yang sesuai dan enak dibaca? Ibu Ajeng Ayu Arainikasi...