Jumat, 27 April 2018

Diskusi dan Cerita Sahabat Museum.

Komunitas Sahabat Museum Sabtu, 7 April 2018 menyambangi Museum Santa Maria. Sekitar jam 9.00.


Tiga orang peserta siap berkeliling menikmati isi museum. Beberapa kawan yang dijadwalkan ikut tour membatalkan keikutsertaannya karena ada yang harus merawat ibunya yang mendadak sakit. Ada pula yang membatalkan karena tetangga sebelah rumah meninggal, “tidak enak kalo tidak melayat,” katanya. Meski hanya bertiga tour tetap jalan, malah kalau ada kesempatan lain kali datang lagi mengunjungi museum.



Bermula dari ruang Angela, di mana awal mula karya para Suster Ursulin di mulai dari pendirian kelompok Persekutuan / Kompani Santa Ursula yang didirikan Angela Merici tahun 1935. Di ruang Angela kisah perkembangan dan pelayanan para Suster Ursulin sampai di Batavia tahun 1856 menarik untuk didiskusikan. Berbagai pertanyaan muncul. Mengapa para suster Ursulin harus datang ke Batavia? Bagaimana suasana Batavia pada masa itu? Dsb. … oooh ternyata Sekolah Santa Maria ini yang dikelola para Suster Ursulin yang bertahan dan masih berlangsung sampai sat ini. “Luar biasa,” terdengar spontan. 

Di ruang-ruang selanjutnya ada banyak diskusi dan cerita, pemandu dan peserta tour saling berbagi kisah dan cerita. Kebun biara yang berdampingan dengan galeri museum membawa hawa sejuk menambah suasana diskusi menjadi menarik. Saran dan masukan untuk museum dalam merawat benda koleksi menjadi bukti kecintaan komunitas Sahabat Museum kepada museum dan pengelolanya. 

Tak terasa tiga jam berkeliling museum dan komplek sekolah Santa Maria. Ibu Ang Giok Bing menuliskan pesan untuk pemandu “Penjelasan jelas, ramah dan informatif” sementara ibu Andreti menuliskan kesan di buku tamu “Menyenangkan dan mengesankan.” Terima kasih atas kunjungan Sahabat Museum. Kami tunggu kedatangannya kembali.***

Senin, 16 April 2018

Opera Sekolah Asrama Perempuan Pertama Di Indonesia


KUNJUNGI :

Stand Museum SANTA MARIA dalam  Pameran Museum se- Indonesia di Gedung  Sasana Kriya  TMII dan saksikan Opera  SEKOLAH ASRAMA PEREMPUAN PERTAMA DI INDONESIA 
Jumat 20 April 2018 pukul 10.45 - 11.15



Jumat, 13 April 2018

Disini Tenang Di Luar Crowded

Jumat siang, disela jam istirahat kantor, Pak Albertus, seorang karyawan perusahaan teknologi tak jauh dari Komplek Santa Maria, mengunjungi Museum, 06/04/ 2018. 




Ia mengaku dulunya alumni Ursulin (SD) di jalan POS tapi baru sekali ini ke museum.

Saat masuk di ruang Angela dan ruang misi, sempat ragu-ragu sejenak apakah akan melanjutkan atau menyudahi kunjungan. Namun karena merasa tanggung sekalian saja dituntaskan kunjungannya, toh hanya kecil sangka Pak Albert. 
Saat dibawa menuju Galery, Pak Albert terkejut karena ternyata area museum cukup luas dan tenang. “Disini tenang ya, padahal di luar crowded. luas lagi.” Kesan pak Albert saat berkeliling. Sayangnya Pak Albert merasa kurang maksimal menikmati karena sebentar-sebentar menatap pesan yang sering muncul di layar HPnya. 

“Maaf ga bisa lama, ada panggilan.” Katanya. 

Meski hanya sebentar Pak Albert terkesan dan ingin datang lagi ke museum. “Nanti saya bawa orang lingkungan deh. Museumnya buka kapan saja ya?” Setelah dijelaskan bahwa museum buka setiap Senin, Rabu dan Jumat jam sembilan sampai jam satu siang, dan untuk hari lain museum buka perjanjian terlebih dahulu Pak Albert bersemangat. 

“Siap nanti saya ajak umat lingkungan berkunjung.” Katanya seraya menulis kesan di buku tamu “Bagus Terpelihara” ***

Jumat, 06 April 2018

Senang Disini Karena Energinya Positif.

Mbak Graece dari Komunitas Pencinta Budaya ditemani Bang Ahmad dan Nagisa (penari asal Jepang), Sabtu 24 Maret 2018 mengunjungi Museum Santa Maria. Jam 9.30. 


Beberapa anggota yang sudah datang berkesempatan foto-foto di depan gedung Santa Maria sambil menunggu kedatangan peserta lainnya. Setelah komplit semua, para pengunjung diajak ke ruang Audio Visual untuk menonton video pengantar melihat Museum Santa Maria. 

Film pendek yang diputar mengisahkan perjalanan para Suster Ursulin pertama ke Batavia, memulai karya pendidikan secara khusus kepada para wanita sejak 1856 jauh sebelum Indonesia merdeka. Dengan tambahan penjelasan, para pengunjung menjadi terbuka wawasannya, sehingga tanya jawab pun berlangsung.




Di museum yang berdiri sejak 2011 ini, peserta tour diajak mengenal kehidupan para suster di awal awal kedatangannya di Batavia. Di ruang AUDIO VISUAL, BED ROOM, OFFICER ROOM serta LITURY ROOM, MISSION ROOM dan GALLERY peserta menikmati berbagai benda koleksi, foto dan cerita. 

Belum lagi suasana museum yang dekat dengan biara membuat peserta merasa nyaman. “Saya senang disini, energinya positif, sangat bagus untuk meditasi” kata Nagisa yang sudah fasih berbahasa Indonesia. Peserta lain pun setuju dengan Nagisa. 

Suasana museum yang dekat dengan kebun biara memang membuat banyak pengunjung tertarik berlama lama di museum ini. Tidak ada kesan menakutkan meski bangunan dan gedungnya berusia lebih dari seratus enam puluh tahun. Koleksi benda pamer yang terawat, pelayanan yang ramah membuat peserta menikmati betul tour di Museum Santa Maria, sampai sampai tidak sadar bahwa mereka hampir tiga jam berkeliling museum. Hanya lapar yang membuat mereka tersadar “Waah lama juga ya keliling museum. Ga sadar sudah lewat jam makan,” kata seorang peserta. 

Sebelum pamit, Mbak Graece, koordinator tour sekaligus alumni sekolah Ursulin menulis di buku tamu “Trim’s sudah melestarikan”. Tidak lupa mereka berkunjung dan berdoa di Kapel kuno St Maria. Setelah berfoto bersama, peserta tour pamit mau makan siang karena sudah kelaparan betul. Seandainya tidak lapar mungkin bisa sampai sore keliling museum

Rabu, 04 April 2018

Nobar Max Havelaar

Museum Bank Mandiri menggelar pemutaran film Max Havelaar pada Sabtu 10 Maret 2018. 

Pak Budi, kepala Museum Bank Mandiri, memberikan paparan sebelum nonton film Max Havelaar (foto by Marsad Museum Bank Mandiri)


Pemutaran film tersebut sebagai tindak lanjut dari kunjungan AMI Paramita Jaya ke Museum Multatuli di Lebak, Rangkasbitung, Banten seminggu sebelumnya. 


Para penonton yang sebagian besar adalah peserta tour ke Museum Multatuli di gratiskan alias tidak membayar tiket masuk museum. 

Film yang diangkat dari kisah nyata kejadian sekitar tahun 1850 berkisah tentang seorang Asisten Residen Belanda, Max Havelaar yang bertugas di Lebak Banten dan menyaksikan penindasan yang dilakukan Belanda dan Bupati kepada rakyatnya. Kisahnya dibukukan oleh Multatuli atau lebih dikenal sebagai Eduard Douwes Dekker setelah ia kembali ke Eropa. Buku yang menceritakan pengalaman Max Havelaar sendiri terbit pertama kali tahun 1860. 

Ceritanya tidak hanya menjadi polemik bagi orang Indonesia, tapi juga menjadi pertentangan diantara orang-orang Belanda sendiri. Lalu dibuat film oleh seorang sutradara Belanda dengan judul yang sama tahun 1976. Film tersebut sempat dilarang beredar oleh Pemerintah Indonesia. Sepuluh tahun kemudian, sekitar tahun 1987 barulah film itu diizinkan beredar.
Max Havelaar berdurasi sekitar tiga jam tayang dengan sub-title bahasa Inggris, penuh dengan konflik dan ketegangan. Ketika di Museum Multatuli film ini sempat diputar, sebagai semacam Thriller untuk para pengunjung. Oleh karena masih banyak peserta tour yang berminat menonton kelanjutannya, lalu Museum Bank Mandiri bersedia memfasilitasi untuk menyelenggarakan nonton bareng di ruang Audio Visualnya. 

 Sebelum film diputar, Ketua Museum Museum Bank Mandiri Bapak Budi memberi informasi seputar penindasan masyarakat di Lebak Banten oleh Bupatinya yang bersekongkol dengan para kaki-tangan kolonial zaman Raja Belanda Willem I. Pada saat itu juga Cultuurstelsel/Tanam Paksa sudah berjalan sejak 1830. Ternyata jika dirunut masih terkait dengan gedung yang saat ini menjadi Museum Bank Mandiri yang cikal bakalnya adalah Bank NHM (Wikipedia). 

Selesai nonton bersama, peserta diajak berkeliling museum oleh Ketua Museum Bank Mandiri untuk lebih mengenal sejarah Bank Mandiri, asal usul dan keterkaitannya dengan Multatuli dan penindasan rakyat di Lebak Banten. ***

Visitor Studies Cara Museum Memanjakan Pengunjung.

Pergeseran paradigma museum dari Collection oriented ke Public Oriented memaksa Museum harus berbenah dan meningkatkan kualitas pelaya...