Senin, 28 Oktober 2019

Menulis Teks Label Museum


Setiap kita ke museum apakah kita baca semua teksnya? Seperti apakah teks yang sesuai dan enak dibaca? 

Ibu Ajeng Ayu Arainikasih, M. Arts Dosen Arkeologi UI memaparkan cara menulis teks yang tepat agar pengunjung puas menikmati kunjungan ke museum. Paparan tersebut diselenggarakan dalam rangka Hari Museum Indonesia pada Rabu, 9/10/2019 di Museum Seni dan Keramik Jalan Lada, kawasan Kota Tua Jakarta. 

Menurut Bu Ajeng, label museum idealnya singkat, jelas, mudah dibaca, to the point dan didesain menarik. Hal itu berlaku untuk semua jenis label di museum baik teks label Non Intepretatif maupun teks label intepretatif.

Contoh teks label di museum Non Intepretatif seperti Petunjuk Arah, label informasi benda koleksi, label Instruksi untuk kegiatan atau partisipasi, panel donatur atau kontributor, label larangan seperti merokok, menyentuh, makan, memotret dan lainnya.

Sedangkan Teks Label Interpretatif seperti Teks Pendahuluan yang biasanya berada di dekat pintu masuk pameran, berupa sinopsis singkat dan ditulis dengan tampilan yang mencolok. Selanjutnya label tidak harus berisi teknis koleksi. Untuk Teks Dinding yang menjelaskan suatu sub tema, ditulis lebih singkat agar lebih enak dibaca. Label Keterangan Objek diletakkan disamping benda koleksi.

Teks label interpretative dapat berupa pertanyaan. Pertanyaan Yang ada relevansinya dengan pengunjung atau personal question. Label pertanyaan itu akan membuat pengunjung berfikir dan menilai dirinya sendiri.


Contoh di museum tekstil ada label pertanyaan "Celana dari bahan apa yang kamu suka pakai?" Contoh lagi: museum di Jepang. Jika anda lahir pada tahun 50an apakah anda akan menjadi warga Jepang atau pindah?” Teks Label lainnya adalah Pertanyaan untuk mencari data atau umpan balik. Apabila Museum memerlukan data tentang suatu benda koleksi, label pertanyaan dapat dipasang koleksi tersebut.

Label khusus anak, bahasanya mudah dimengerti, singkat, to the point, desain menarik dengan warna khas dan simbol. Selain itu museum dapat bekerja sama dengan anak-anak sekolah untuk menulis label di museum. Hal itu juga bisa menjadi sarana marketing karena mengundang orang tua anak untuk datang ke museum. Label yang ditulis anak biasanya lebih mudah dipahami oleh anak juga.

Yang harus diperhatikan adalah Isi label, pemilihan kata atau struktur bahasa, sudut pandang. Pemilihan kata atau konten harus betul-betul diperhatikan. Membahasakan diri sendiri sebagai orang yang terlibat sejarah, bukan dari sudut pandang orang lain. Gunakan bahasa "kami atau saya atau aku". Jangan menggunakan sudut pandang pihak ketiga dalam memberi label koleksi milik sendiri dan menggungakan kata Pribumi dan non pribumi. Kata itu adalah itu bahasa kolonial, jangan digunakan. Apabila akan digunakan sudut pandang orang lain, gunakan lebih dari satu sudut pandang. Contoh pada waktu penjajahan Jepang di Singapura, disitu ditampilkan label pesandan kesan dari orang Inggris, Jepang , China dengan sebutan saya

Terakhir kita juga bisa menggunakan komentar atau kesan orang lain yang sudah berkunjung ke museum, menjadi teks label.***



Visitor Studies Cara Museum Memanjakan Pengunjung.

Pergeseran paradigma museum dari Collection oriented ke Public Oriented memaksa Museum harus berbenah dan meningkatkan kualitas pelaya...