Rabu, 30 Oktober 2019
Senin, 28 Oktober 2019
Menulis Teks Label Museum
Setiap kita ke museum apakah kita baca semua teksnya? Seperti apakah teks yang sesuai dan enak dibaca? Ibu Ajeng Ayu Arainikasih, M. Arts Dosen Arkeologi UI memaparkan cara menulis teks yang tepat agar pengunjung puas menikmati kunjungan ke museum. Paparan tersebut diselenggarakan dalam rangka Hari Museum Indonesia pada Rabu, 9/10/2019 di Museum Seni dan Keramik Jalan Lada, kawasan Kota Tua Jakarta. Menurut Bu Ajeng, label museum idealnya singkat, jelas, mudah dibaca, to the point dan didesain menarik. Hal itu berlaku untuk semua jenis label di museum baik teks label Non Intepretatif maupun teks label intepretatif. Contoh teks label di museum Non Intepretatif seperti Petunjuk Arah, label informasi benda koleksi, label Instruksi untuk kegiatan atau partisipasi, panel donatur atau kontributor, label larangan seperti merokok, menyentuh, makan, memotret dan lainnya. Sedangkan Teks Label Interpretatif seperti Teks Pendahuluan yang biasanya berada di dekat pintu masuk pameran, berupa sinopsis singkat dan ditulis dengan tampilan yang mencolok. Selanjutnya label tidak harus berisi teknis koleksi. Untuk Teks Dinding yang menjelaskan suatu sub tema, ditulis lebih singkat agar lebih enak dibaca. Label Keterangan Objek diletakkan disamping benda koleksi. Teks label interpretative dapat berupa pertanyaan. Pertanyaan Yang ada relevansinya dengan pengunjung atau personal question. Label pertanyaan itu akan membuat pengunjung berfikir dan menilai dirinya sendiri. | Contoh di museum tekstil ada label pertanyaan "Celana dari bahan apa yang kamu suka pakai?" Contoh lagi: museum di Jepang. Jika anda lahir pada tahun 50an apakah anda akan menjadi warga Jepang atau pindah?” Teks Label lainnya adalah Pertanyaan untuk mencari data atau umpan balik. Apabila Museum memerlukan data tentang suatu benda koleksi, label pertanyaan dapat dipasang koleksi tersebut. Label khusus anak, bahasanya mudah dimengerti, singkat, to the point, desain menarik dengan warna khas dan simbol. Selain itu museum dapat bekerja sama dengan anak-anak sekolah untuk menulis label di museum. Hal itu juga bisa menjadi sarana marketing karena mengundang orang tua anak untuk datang ke museum. Label yang ditulis anak biasanya lebih mudah dipahami oleh anak juga. Yang harus diperhatikan adalah Isi label, pemilihan kata atau struktur bahasa, sudut pandang. Pemilihan kata atau konten harus betul-betul diperhatikan. Membahasakan diri sendiri sebagai orang yang terlibat sejarah, bukan dari sudut pandang orang lain. Gunakan bahasa "kami atau saya atau aku". Jangan menggunakan sudut pandang pihak ketiga dalam memberi label koleksi milik sendiri dan menggungakan kata Pribumi dan non pribumi. Kata itu adalah itu bahasa kolonial, jangan digunakan. Apabila akan digunakan sudut pandang orang lain, gunakan lebih dari satu sudut pandang. Contoh pada waktu penjajahan Jepang di Singapura, disitu ditampilkan label pesandan kesan dari orang Inggris, Jepang , China dengan sebutan saya Terakhir kita juga bisa menggunakan komentar atau kesan orang lain yang sudah berkunjung ke museum, menjadi teks label.*** |
Jumat, 25 Oktober 2019
“BEDA RUPA BANYAK CERITA” (Pameran Artefak Museum di Kotatua)
Dalam rangka Hari Museum Indonesia 2019, Direktorat Pelestarian Cagar Budaya dan Permuseuman (PCBM) bekerja sama dengan pemerintah Provinsi DKI Jakarta menyelenggarakan peringatan Hari Museum Indonesia pada tanggal 7-13 Oktober 2019 di kawasan Kota Tua Jakarta dengan tema “Museum Menyatukan Keberagaman”. Dalam rangkaian kegiatan tersebut, salah satu kegiatannya yaitu pameran artefak dari berbagai museum yang berjudul “Beda Rupa Banyak Cerita”. Dalam pameran tersebut ditampilkan berbagai koleksi dari sekitar 20 museum yang dipilih untuk menampilkan artefaknya. Koleksi dari zaman prasejarah, penjajahan sampai dengan perjuangan kemerdekaan Bangsa Indonesia. PCBM meminjam koleksi dan meminta pemandunya untuk menjelaskan kepada pengunjung sesuai arahan panitia. Selama pameran benda koleksi, yang dibuka dari jam 08.00 – 20.00, masyarakat yang berkunjung tidak dipungut biaya. Setiap pengunjung hanya diberi stiker dan ditempel di lengan baju sebagai tanda ganti tiket masuk sekaligus untuk memudahkan panitia menghitung jumlah pengunjung. Tema Museum Menyatukan Keberagaman tampak dalam pameran benda koleksi dari perwakilan agama yang ada di Indonesia dimana koleksi dari perwakilan museum tersebut dipamerkan dalam satu area. Koleksi dari berbagai agama dipasang berjejer dimulai dari Patung Mbis dari Asmat yang mewakili agama Lokal dimana Suku Asmat menyembah nenek moyang mereka. Patung Mbis dari suku Asmat dipilih karena letak museum yang berada di TMII mudah dijangkau dan satu-satunya agama lokal asli yang memiliki museum. | Museum Santa Maria yang mewakili Katolik menampilkan koleksi Patung Salib dari Asmat dimana kolaborasi agama katolik dengan tradisi lokal menghasilkan patung salib yang unik. Patung yang terbuat dari kayu utuh yang sebelumnya direndam selama beberapa hari di lumpur untuk memperkuat kekhasan Suku Asmat yaitu warna coklat. Kayu kemudian diukir dan dipahat membentuk salib dengan corpus (Tubuh Yesus) sesuai imajinasi pematung. Total pengunjung selama sepekan pameran berlangsung di Kota tua 7-13 Oktober 2019 , tercatat lebih dari 17.000 pengunjung. Total jumlah tamu disampaikan Mbak Arum dari PCBM di grup whatsapp seusai acara. Mbak Arum dalam informasi tertulisnya menyampaikan data tamu perhari dengan rincian senin 7/10 230 orang, Selasa 8/10 562 orang, Rabu 9/10 492 orang, Kamis 10/10 864 orang, Jumat 11/10 1266 orang, Sabtu 12/10 6278 orang dan Minggu 13/10 lebih dari 8000 orang. Dari data tersebut, diketahui pengunjung mencapai lebih dari sepuluh ribu orang pada tiga hari terakhir pameran yaitu hari Jumat sampai Minggu. Hari Jumat adalah hari terakhir kerja dalam sepekan sehingga memungkinkan karyawan seusai pulang kerja berkunjung ke pameran. Sedangkan Sabtu dan Minggu adalah hari libur karyawan kantor yang memungkinkan karyawan datang berlibur dan mengunjungi pameran mengajak keluarganya. Melalui pameran ini, masyarakat semakin mengenal museum dan semakin mencintai Indonesia yang memiliki kekayaan budaya dan sejarah yang luar biasa.*** |
Dari Desa Merantau Ke Kota
Rabu, 16 Oktober 2019
Daripada Bosan
Saat ini hampir semua orang yang tidak dapat lepas dari gadget. Dalam situasi apapun gadget selalu ada di tangan. Bisa mati gaya kalau tidak ada gadget di tangan. Tetapi hal itu tidak bagi Pak Agustinus Irwanto. Ia lebih memilih berkunjung ke museum daripada menghabiskan waktu dengan gadget saat ia harus menunggu kedua putrinya sekolah. Membunuh rasa bosan dengan jalan jalan dan menikmati cerita di museum menjadi sesuatu yang baru dan lebih menarik dibanding duduk diam terpaku pada gadget. “Yaah daripada bosan nunggu anak-anak selesai ekskul. Dua jam lagi” Jawab Pak Irwan saat ditanya mengapa ke museum,Sabtu (24/8/2019). Kedua Putri Pak Irwan sekolah di SMP Santa Maria dan hari sabtu ituPak Irwan harus mengantar kedua putrinya berlatih paduan suara. Dua jam bukan waktu yang pendek. Akan terasa pendek bila diisi dengan kegiatan yang bermanfaat, bahkan mungkin rterasa kurang waktunya. | Begitupun yang dirasakan Pak Irwan saat di museum, baru tiga ruang dari sebelas ruang pamer di Museum Santa Maria Pak Irwan berkomentar, “Wah sudah sejam. Cepet banget ya.” “Ini baru tiga ruang, masih ada beberapa ruang lagi.” “Cukup ga nih waktunya?” “Bisa dipercepat pak, atau bapak juga bisa datang lagi.” Akhirnya diputuskan, cerita dipercepat dan nanti akan datang lagi. Perjalanan keliling museumpun di lanjutkan. Sisa waktu yang ada digunakan dengan merangkum ruang –ruang yang belum selesai dikunjungi. Setiap ruang hanya beberapa menit saja dengan informasi pokok nama ruang dan koleksi yang dipamerkan, ditambah sedikit cerita dari satu koleksi unggulan. Beberapa menit sebelum waktu dua jam habis, Pak Irwan pamit. “Ntar anak-anak bingung nyarinya,” Pak Irwan memberi alasan. Terima kasih atas kunjungan Pak Irwan. Semoga kunjungan berikutnya waktunya lebih longgar dan puas menikmati cerita dan sejarah dengan lengkap.*** |
Langganan:
Postingan (Atom)
Penghormatan Relikui
Museum Ursulin Santa Maria (MUSM) menggelar Pameran dan Penghormatan Relikui memperingati Hari Raya Semua Orang Kudus. Kegiatan Pameran dan...
-
Hari Museum Indonesia tahun 2019 dirayakan dengan berbagai kegiatan, salah satunya adalah Grebeg Museum (=ramai-ramai mengunjungi museum...
-
Tanah makam para suster awalnya ada di Bidaracina. Semula tanah itu adalah pemberian Bapak Heugen, kepada Uskup Vrancken dengan mak...
-
Setiap kita ke museum apakah kita baca semua teksnya? Seperti apakah teks yang sesuai dan enak dibaca? Ibu Ajeng Ayu Arainikasi...