Jumat, 26 Juli 2019

Meja Marmer Bundar

Benda koleksi museum yang dipamerkan, bagi sebagian besar pengunjung merupakan barang antic dan kuno. Benda-benda itu tidak memiliki makna apapun selain kekunoan dan keantikanya. Berbeda bagi mereka yang mengalami peristiwa. Ibu Maya dan Ibu Chatarian alumni Sekolah Kepandaian Putri (SKP) lulus tahun 1981 berkunjung ke kampus Santa Maria, (29/6/2019). Mereka kagum karena kampus almamaternya sekarang ada Museum. Saat melihat barang koleksi museum ada satu koleksi yang mengingatkannya pada peristiwa lampau semasa sekolah.

Ibu Maya mengisahkan, saat masuk di ruang relikui melihat ada meja marmer bundar dengan bekas patahannya. Meja marmer bundar itu mengingatkan Ibu Maya dan Ibu Catharina saat pelajaran memasak. Ceritanya saat praktek menghidangkan masakan di meja makan. Saat itu ada seorang murid yang meletakkan makanan “juanlo” di atas meja itu dan tiba tiba pecah. Entah pecah karena meletakkan panci juanlo tanpa alas atau meletakkanya terlalu keras , tidak jelas karena meskipun kaget, masing-masing murid sibuk dengan tugasnya. 
Sayang, Ibu Maya dan Ibu chatarina hanya sebentar. Mereka berdua sedang menunggu seorang teman sesama alumni yang sudah janji mau bertemu dengan guru mereka saat masih sekolah, Suster Ancilla. Saat yang ditunggu telah tiba, Ibu Maya dan Ibu Catharina pamit. Mereka berjanji akan datang lagi membawa rombongan. Di buku tamu ia menuliskan kesannya “KEREN & INSIRATIF”.

Meja Marmer itu sendiri tidak diketahui persis kapan digunakan sebagai meja praktek di SKP. Sampai saat ini tidak ditemukan catatan atau tulisan yang menjelaskan tentang meja marmer itu. Yang pasti Museum masih merawat dan menjaganya, termasuk peristiwanya. Terima kasih Ibu Maya dan Ibu Chatarina atas kunjungan dan ceritanya. ***



Peran Strategis Museum bagi Kemajuan Bangsa



Museum Santa Maria turut hadir dalam launching buku Mugalemon Jakarta dalam rangkaian Hari Museum Indonesia yang diperingati setiap 12 Oktober. Peluncuran buku dilakukan di Museum Seni Rupa dan Keramik di kawasan Kota Tua Jakarta Jumat, 19 Oktober 2018. Mugalemon merupakan singkatan dari Museum, Galeri, dan Monumen.

Launching dilakukan dengan penyerahan buku secara simbolis oleh perwakilan Kementerian Koordinator bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan, Pamudji Lestari kepada perwakilan Direktorat Pelestarian Cagar Budaya dan Permuseuman, Dinas Pariwisata dan Kebudayaan DKI Jakarta, Paramita Jaya, dan komunitas komunitas yang hadir.

“Peran museum sangat strategis dalam mendefinisikan identitas dan kemajuan suatu bangsa. Salah satu cara untuk memberikan pemahaman kepada pengunjung akan identitas dan kemajuan tersebut adalah melalui rekonstruksi memori kolektif. Dengan demikian, museum sebagai institusi pendidikan, pelestarian, dan pemajuan budaya berperan strategis dalam membentuk identitas dan jati diri masyarakat dan Bangsa Indonesia. “ Demikian pernyataan Nyoman Shuida, Deputi Bidang Koordinasi Kebudayaan Kementrian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan dalam sambutannya yang tercantum di buku Mugalemon.
Sementara Bapak Putu Supadma Rudana, Ketua Asosiasi Museum Indonesia berharap buku Mugalemon menjadi bentuk dokumentasi dan promosi bagi museum, galeri dan monument di wilayah Provinsi DKI Jakarta.

Sedangkan Pak Yiyok T. Herlambang, Ketua Asosiasi Museum Indonesia Daerah (AMIDA) DKI Jakarta Paramita Jaya menyatakan bahwa buku Mugalemon dihadirkan sebagai bentuk kerjasama antara AMIDA Paramita Jaya dengan berbagai pihak untuk memajukan MuGaleMon di DKI Jakarta dan menjadikannya destinasi favorit serta dalam rangka menyambut Hari Museum Indonesia.

Buku Mugalemon sendiri hadir dengan cover berwarna dominan merah dan karikatur Tugu Monas lambang Jakarta dan ondel-ondel. Buku tersebut berisi daftar Mugalemon yang tergabung di AMIDA DKI Paramita Jaya diantaranya 46 Museum, 11 Galeri dan 2 Monumen. Meskipun ada beberapa kelemahan seperti penempatan peta yang tidak sesuai dengan nama museumnya, buku tersebut tetap layak dimiliki masyarakat umum pencinta sejarah dan penggiat pariwisata .***

Kamis, 11 Juli 2019

Gerak Tangan Isyarat Komunitas Patuka




Paguyuban Tuli Katolik Katedral (Patuka) mengunjungi Museum Santa Maria Minggu, 12/5/2019. Kunjungan ke museum ini sebagai salah satu kegiatan rutin setiap minggu yang dilakukan paguyuban usai Misa (berdoa) bersama di Katedral.

Saat dihubungi Pak Daniel, Koordinator Patuka, pemandu menyatakan kebingungannya bagaimana memandu para tamu tersebut. Pak Daniel pun menenangkan dengan mengatakan ada interpreter yang ikut mendampingi. Kemudian Pak Daniel menyampaikan jumlah peserta yang ikut paling banyak 40 orang. Tetapi saat berkunjung ternyata 47 anggota paguyuban hadir ditambah empat interpreter.

Pihak museum segera menyiapkan ruangan untuk menyambut dan film yang biasa diputar termasuk sound system. Tengah hari mereka tiba bergelombang. Yang sudah datang dipersilahkan menunggu dan duduk lesehan di hall museum,sambil ditemani iringan musik instrument dari laptop. Musik yang diputar ternyata tidak bermanfaat karena yang mendengar hanya lima orang, 4 penerjemah dan Pak Aji, pemandu museum. Di ruangan itu meski penuh orang namun suasana tidak berisik. Mereka tampak sibuk dengan lawan bicaranya dengan Bahasa isyarat menggunakan gerak tangan dan jari mereka. Kadang-kadang terdenga suara yang tidak jelas di telinga Pak Aji. 
Pak Aji tersenyum karena merasa terasing di rumah sendiri. Hanya ia sendiri yang tidak bisa berbahasa isyarat. 




Pak Aji mulai menyadari bagaimana rasanya terasing. Pengalaman ini menjadi refleksi diri agar semakin peduli pada sesama yang membutuhkan perhatian khusus dan disabilitas. Museum sepertinya harus berbenah karena mereka yang berkebutuhan khusus juga ingin merasakan dan menikmati kunjungan ke museum.

Saat perkenalan, Pak Aji dibantu Pak Daniel, interpreter, memperkenalkan diri. Pak Aji mengeja huruf-huruf namanya menggunakan gerakan jari dan tangan. Salah seorang peserta menanggapi dengan tambahan gerak tangan sambil tertawa, setelah dijelaskan Pak Daniel ternyata peserta itu menambahkan huruf H di depan nama Aji menjadi HAJI.

Karena peserta cukup banyak sementara pemandu yang bertugas hanya satu orang maka, rombongan dibagi dua kelompok. Kelompok satu akan berkeliling terlebih dahulu, sementara kelompok dua menunggu sambil menonton film pendek museum.

Kelompok satu ditemani Mba Oty sebagai penerjemah dan Pak Daniel mendampingi kelompok dua. Selama tour museum, seluruh peserta fokus menatap  Mba Otty dan Pak Daniel, maklum karena hanya mereka berdua yang mampu menjelaskan dengan Bahasa isyarat semua penjelasan Pak Aji tentang museum. Selama tour mereka tertib dan mengikuti arahan pemandu tidak terdengar suara berisik meskipun peserta cukup banyak.

Jam 15.30 mereka pamit. Meski tidak mampu mendengar dan berbicara dengan baik, mereka mampu membaca tulisan dengan baik. Beberapa peserta saat pulang menuliskan kesan mereka selama berkunjung ke Museum Santa Maria. “Museum Menarik” Tulis Juniati. Wilma Redjeki menulis “Banyak menakjubkan di museum ini” Sementara beberapa yang lain menulis kesan dan pesan yang sama “Museum menarik”.***





Kamis, 04 Juli 2019

HUB menjadi Platform interaksi Museum dengan Masyarakat

Temu Mugalemon (Museum Galeri Monumen) Sabtu 18/5/2019 menjadi penutup rangkaian perayaan HUT Sewindu Museum Santa Maria terasa istimewa karena berbarengan dengan International Museum Day. Rangkaian HUT dimulai dengan peresmian papan nama Museum Santa Maria di halaman Kampus Santa Maria Jl. Ir. H. Juanda pada 6 Februari lalu.

International Museum Day menghadirkan Max Meijer dari International Council Of Museum Netherland. Mengutip materi yang sudah diterjemahkan oleh Bapak Piter Edward, Max Meijer memaparkan tentang hub “Ide terkait sebuah hub (yang secara harfiah berarti bagian tengah sebuah roda) cukup popular digunakan akhir-akhir ini. 

Selain itu juga sedikit modis digunakan untuk mendefinisikan semua jenis pengaturan dan organisasi yang berjaringan sebagai hub. Istilah ini banyak digunakan di sektor-sektor seperti transportasi dan logistik, maskapai penerbangan, teknologi informasi, dan industri kreatif. Di sana, hub dilihat sebagai tempat fisik dan juga sebuah cara kerja. 

Penggambaran museum sebagai hub adalah sangat cocok, terlebih sejak kebanyakan museum bahkan di tingkat internasional, dibangun dan dikembangkan semakin menjadi sebuah platform untuk berinteraksi dan berkoneksi dengan masyarakat di satu sisi dan dengan orgranisasi-organisasi lain yang terkait di sisi sebaliknya. “


Max Meijer juga menegaskan bahwa museum di Indonesia sebagai hub sangat tepat. “Ide sebagai hub sangat tepat bagi tradisi kebudayaan dan museologikal serta perkembangannya di Indonesia yang merupakan negara yang memiliki keanekaragaman budaya dengan indentitas national dan kedaerahan yang kuat. “

Max juga mengajak para insan museum untuk berefleksi dalam berproses membentuk hub. “Kemungkinan, tantangan dan pembentukan dari pada hub itu sendiri pertama harus direfleksikan oleh museum itu sendiri, kemudian yang kedua dapat di jabarkan dalam organisasi museum tersebut di level yang berbeda: Misi dan visi, Tata Kelola organisasi, Jaringan, Skill karyawan, Inklusif”

Ia juga mengingatkan jika ide tentang hub adalah sesuatu yang baik maka museum harus bertanya kepada diri sendiri apakah sejalan dengan visi & misi museum tersebut?
Dalam daftar registrasi tercatat 107 perwakilan tamu dari berbagai museum yang ada di Jakarta dan sejumlah undangan menghadiri International Museum Day sekaligus Temu Mugalemon, di Aula SD Santa Maria, Jakarta Pusat.

Temu Mugalemon juga diisi dengan pengumuman pemenang lomba fotografi. Sebelum mengumumkan pemenang, Arbain Rambey ketua Juri menyampaikan beberapa kesan terkait lomba foto. “Lomba fotografi Museum Santa Maria termasuk salah satu lomba yang sulit karena banyak benda koleksi yang disimpan dengan kaca. Fotografer Profesionalpun akan kesulitan untuk memotret obyek kaca di sini.” 

Lomba Fotografi dimenangkan oleh Agustinus Eko Widyanto, sedangkan juara dua dan tiga Surjadi Martana dan Nico. Acara yang dimulai sejak jam 10 diakhiri dengan tour museum sampai jam 14.00.***


Visitor Studies Cara Museum Memanjakan Pengunjung.

Pergeseran paradigma museum dari Collection oriented ke Public Oriented memaksa Museum harus berbenah dan meningkatkan kualitas pelaya...