Sabtu, 19 Februari 2022

Peluncuran & Bedah Buku "165 Tahun Ursulin Santa Maria Jakarta: Pendidik Perempuan Pertama Di Indonesia"

Buku sejarah “165 Tahun Ursulin Santa Maria Jakarta: Pendidik Perempuan Pertama di Indonesia” di- luncurkan pada Kamis 25 November 2021. Buku tersebut merevisi sekaligus melengkapi buku yang terbit sebelumnya dengan judul Ursulin Pendidik Perempuan Pertama di Indonesia yang terbit pada Desember 2016.

Para pembicara dalam Peluncuran dan diskusi bedah buku secara daring itu antara lain Suster Maria Dolorosa Sasmita OSU, pemrakarsa buku sejarah; Dr. Pudentia (Ibu Teti), Ketua Asosiasi Tradisi Lisan; serta Bapak Dr. Zeffry Alkatiri Dosen FIB Universitas Indonesia. Mereka hadir secara langsung di tempat peluncuran yaitu di Aula TK Santa Maria, Jl. Juanda nomor 29 Jakarta. Sedangkan pembicara yang hadir secara virtual adalah Bapak Scot Meeerrillees penulis buku dan peneliti; Dr. Kirsten Kamphuis Anggota Dewan Editorial Buku Tahunan Belanda Untuk Sejarah Wanita dan Peneliti; Dr. Lilie Suratminto, M.A Dekan Fakultas Sosial dan Humaniora Universitas Budhi Dharma, Tangerang.

Mengawali diskusi, Suster Maria Dolorosa mengungkapkan kegem-biraanya karena buku sejarah itu benar-benar terwujud dan peluncur-annya bertepatan dengan peringatan hari Guru Nasional dan lahirnya Kompani yang didirikan Santa Angela 486 tahun yang lalu. Suster Maria kemudian menceritakan semangat para Suster Ursulin dalam mendidik anak-anak dan kaum perempuan dengan membuka Sekolah Guru pada tahun 1881 sampai kemudian ditutup tahun 1991.

Suster Maria kemudian melanjutkan bagaimana Santa Angela memilih tanggal itu (25/11) sebagai hari lahirnya Kompani karena gereja pada tanggal itu merayakan pesta Santa Katarina dari Aleksandria, seorang Perawan dan Martir. Santa Angela mempunyai devosi yang khusus kepada perawan dan martir dari Alexandria itu. Semangat Kemartiran dan kemurniannya sebagai seorang gadis yang mempersembahkan diri kepada Tuhan menjadi semangat yang dihidupi Santa Angela dan kemudian diikuti oleh para putri-putri pengikutnya. Semangat yang sama dari Santa Ursula menjadi dasar nama kelompok Kompani Santa Ursula.

Setelah Suster Maria, giliran Pak Scott Merrillees yang berada di Australia memberikan paparannya. Pak Scott dalam slide power point memaparkan situasi area disekitar jalan Noordwijk abad 19. Dalam slide tersebut disajikan foto Gedung dan suasana Sekolah Ursulin Santa Maria. Pak Scott juga menampilkan gambar beberapa gedung dan tempat yang cukup terkenal pada masa itu yang terdokumentasi dalam kartu pos.

Beberapa gedung itu antara lain, Istana Negara, Gedung Asuransi Jiwa. Sedangkan gedung yang sekaranmg tidak ada jejaknya antara lain Harmonie, Toko Buku G. Kolf & Co, Perusahaan Tembakau.

Pak Scott juga menampilkan suasana jalanan di sekitar jalan Veteran, kali Ciliwung, area Pasar Baru Pecenongan dan sekitarnya. Foto-foto kartu pos yang disajikan Pak Scott sejenak membawa peserta ke masa lalu.

Sesudah Pak Scott giliran Kirsten Kamphuis. Ia adalah anggota Dewan Editorial Buku Tahunan Belanda untuk Sejarah Wanita. Ia saat itu berada di Jerman. Ia membahas bab dua dari buku itu: “Meretas Pendidikan Perempuan di Pulau Jawa”. Ia membahas mulai dari tahun 1856 ketika para Ursulin memulai Biara, Asrama dan Sekolah Para suster Ursulin mengabdikan diri untuk mendidik kaum muda khususnya Perempuan.

Anak-anak yang datang awalnya dari keluarga Eropa. Kurikulum sekolah pada awalnya dalam Bahasa Perancis, karena untuk kalangan atas, dalam bahasa Inggris dan Belanda. Kemudian suster-suster mendidik dari kalangan orang Jawa atau Pribumi dari golongan priyayi. Ada juga yang Indo (campuran). Juga ada dari keluarga Tionghoa. Anak-anak menghabiskan waktu untuk belajar, bermain dan bermusik serta menyanyi. Ada klas-klas piano dan alat musik lainnya. Mereka juga mengembangkan kesenian supaya bisa menikmati keindahan dan keharmonisan.
Ada juga pelajaran untuk meningkatkan ketrampilan sebagai persiapan menjadi istri dan ibu yang baik serta agar dapat mengelola rumah tangga dengan baik. Selanjutnya ada Sekolah TK dengan sistem Eropa yang anak-anaknya sudah campur. Di masa kemudian ada 2 sistem sekolah untuk anak-anak Eropa dan yang lain untuk anak-anak Pribumi. Sistem /kurikulum kedua sekolah terus mengikuti perkembangan jaman dengan metode-metode yang baru dan selalu maju sehingga menjadi sekolah yang modern.

Pak Zeffry menuturkan pengalaman perjumpaanya dengan para Suster Ursulin. Pak Zeffry mengenal para Suster Ursulin sejak Kakek neneknya menitipkan kedua putrinya (salah satunya adalah Mamanya Pak Zeffry) bersekolah di sekolah Ursulin.

Kakek Pak Zeffry berpandangan moderat dan berani melawan arus meski mendapat kecaman dari komunitas Arab di Batavia. Menurut Pak Zeffry, kakeknya berkeyakinan bahwa Sekolah Ursulin adalah sekolah yang terbaik untuk mendidik kedua putrinya. Pandangan moderat kakeknya itu menurun ke Pak Zeffry.

Sedangkan terkait buku sejarah 165 Tahun Ursulin Santa Maria Juanda, Pak Zeffry menuturkan bahwa buku tersebut ditulis dengan rinci dan lengkap. “Buku ini ditulis sangat terperinci dan sangat lengkap. Semua data dan dokumen telah dideskripsikan. Berisi tentang cerita sejarah yang menarik dengan bukti penampilan foto-foto yang bersejarah”

Ibu Teti menanggapi kisah Pak Zeffry dengan menyebut Sekolah Ursulin menerima berbagai kalangan sejak awal berdiri, “Sekolah Ursulin menerima berbagai bangsa pada saat itu bukan hanya satu golongan atau satu agama saja, ternyata juga merupakan pencerminan dari visi dan misi yang sudah ditetapkan atau sudah dihayati sejak 165 tahun lalu.”

Ibu Teti memberikan alasan mengapa ia mengundang perwakilan ANRI dan dari LIPI untuk hadir dalam bedah buku. Ia mengatakan bahwa Sekolah Ursulin yang sejak awal berdiri tahun 1856 sampai sekarang konsisten mendidik perempuan melewati berbagai tantangan kurikulum seiring perkembangan jaman.

Pak Lilie yang menjadi pembicara akhir mengingatkan generasi masa kini untuk mengenang jasa para pendahulu dengan merawat dan memelihara semua yang telah diwariskan melalui museum. Ia juga mengingatkan untuk melanjutkan semangat dan kesetiaan itu bagi keberadaan hidup dan karya Ursulin di kemudian hari.

"Museum dengan berbagai artefak peninggalan dari para pendahulu merupakan bukti keberadaan Para Suster Ursulin dari awal. Museum Ursulin Santa Maria yang sudah 10 tahun berdiri merupakan wujud nyata dari kepedulian kita kepada jasa para pendahulu yang telah berjuang merintis pendidikan perempuan di Batavia yang kemudian menyebar ke seluruh Nusantara.

Pak Lilie melanjutkan “Alangkah indahnya apabila jasa dan keberadaan para suster pendahulu juga diakui dan diapresiasi di tempat peristirahatan terakhir mereka, terlebih mereka yang berjuang di belakang layar. Nisan prasasti yang merupakan tanda akhir dari keberadaan para suster yang telah hidup dan berkarya di bumi Indonesia dapat menjadi kenangan bagi generasi yang hidup dan dapat menjadi tanda kasih dan hormat kita kepada mereka yang telah berjasa dan berjuang semasa hidupnya. Ya semoga prasasti dapat dibuat dan kita melakukan apresiasi lebih layak terutama bagi para suster yang pemakamannya atau rangkanya sempat berpindah-pindah tempat.”

Peluncuran buku secara daring dapat dilihat di kanal Youtube “Humas Sanmar“,
atau bisa juga diakses langsung pada link di sini

Ibu Tari (Moderator), Sr. Maria, Pak Zeffry dan Ibu Teti
Kirsten Kamphuis
Scott Merrilees
Para penulis buku, Sr. Maria, Sr. Lita, Sr. Hilda, Ibu Teti dan Pak Zeffry

Visitor Studies Cara Museum Memanjakan Pengunjung.

Pergeseran paradigma museum dari Collection oriented ke Public Oriented memaksa Museum harus berbenah dan meningkatkan kualitas pelaya...