Senin 24/1/2022 menjadi kesempatan istimewa dapat berziarah dan napak tilas jejak para Suster Ursulin di Surabaya. Napak tilas dimulai dengan ziarah ke makam para Suster Ursulin di Makam Belanda Peneleh dilanjutkan ke Biara Santa Perawan Maria (SPM) dan Biara Frater Bunda Hati Kudus (BHK) di Kepanjen.
Biara Suster SPM dan Frateran BHK pada awal mulanya milik para suster Ursulin. Perang kemerdekaan 1945 mengubah situasi menyebabkan para suster Ursulin kehilangan banyak anggota yang menjadi korban perang dan menyerahkannya kepada para Suster SPM dan Frater BHK agar pelayanan kepada msyarakat dapat terus berjalan.
Makam Belanda Peneleh Perjalanan dari Stasiun Pasar Turi Surabaya ke pemakaman Belanda Peneleh ditempuh tidak sampai setengah jam. Ongkos Ojol cukup terjangkau, tidak sampai lima belas ribu Rupiah, sudah termasuk tip driver. Di Makam Belanda Peneleh, dimakamkan Suster Ursula Meertens pemimpin tujuh Suster Ursulin pionir ke Batavia tahun 1856. Suster Ursula Meertens dimakamkan bersama para Suster lain di komunitas Kepanjen Surabaya dalam satu blok. Blok makam para Suster itu ditutup dengan semen. Panjangnya kurang lebih 17 langkah dengan lebar 7 langkah. Batu besar berukir menutup blok makam para suster. Lempengan batu kecil dengan tulisan berwarna kuning emas menempel pada batu besar menjadi sebuah kumpulan nisan. Nisan Suster Louise Demarteau sebagai pemimpin pertama komunitas Ursulin Kepanjen posisinya paling atas dan paling besar menghadap ke Utara. Pada nisannya tertulis dalam bahasa belanda: TERGEDACHTENIS AAN DE EERW. MOEDER LOUISE EERSTE OVERSTE DER EERW.ZUSTER URSULINEN SOERABAJA OVERLEDEN14 MAART 1890 VAN HARE DANKBARE LEERLINGEN. Di sisi timur bersebelahan dengan nisan Suster Louise Demarteau, terdapat nisan Suster Aldegonde, beliau pernah pernah memimpin Ursulin di Buitenzorg (Bogor) dan dimakamkan pada tahun 1914. Di sisi utara dan barat tidak ada nisan yang tertulis, entah copot atau memang kosong. Sementara nisan Suster Ursula Meertens, pemimpin pertama pionir dan komunitas Ursulin di Batavia malah berada di sudut bagian bawah, kontras dengan kedua pemimpin komunitas di Surabaya dan Bogor. Suster Ursula Meertens memang rendah hati, dalam kronik Noordwijk tertulis alasan beliau pindah ke Surabaya setelah lama memimpin komunitas di Batavia, yaitu supaya ia tidak dikenal. Di puncak nisan itu ada patung salib dengan relief mahkota duri. | Banyak nisan yang lepas dan hanya ditulis angka. Mas Adi, petugas kebersihan, menuturkan bahwa ia tidak mengetahui persisnya sejak kapan batu nisan mulai copot karena ada petugas khusus yang mengurusi batu nisan. Salah satu lempeng batu nisan yang bertuliskan nama Suster Odile, wafat tahun 1816. Padahal para Suster Ursulin berada di Surabaya pada Oktober 1863, jadi bisa dipastikan tulisan itu keliru. Ketika ditanyakan ke Mas Adi mengapa warna huruf di batu nisan dicat kuning? ia mengatakan bahwa yang mengecat bukan petugas makam. “Yang ngecat Nisan itu dari CIPTA KARYA, kontraktor, bukan petugas makam. Dicat karena waktu itu mau ada kunjungan dari Belanda jadi mereka yang ngecat.” Mas Adi bertugas membersihkan, merapikan, merawat tanaman dan pohon di area pemakaman. Ia bekerja sebagai petugas kebersihan di Makam Belanda Peneleh sejak 2016. Setelah memotret makam para suster dan mendoakannya, dilanjutkan ke makam Pastor Martinus van den Elzen SJ. Beliau yang mengundang dan mengajak para Suster Ursulindi Batavia untuk berkarya di Surabaya. Masih menurut Mas Adi, pengunjung dari Semarang dan Malang banyak yang berziarah ke makam para Suster Ursulin dan ke makam Pastor Martinus Van Den Elzen. Makam pastor terletak tak jauh dari pintu masuk. Begitu pengunjung memasuki area pemakaman, tinggal lurus saja, maka akan langsung ketemu makam Pastor van den Elzen. Pastor Martinus van den Elzen serta para Suster Ursulin menjadi salah satu bagian dari sejarah kota Surabaya. Baik nisan Pator van den Elzen maupun para Suster Ursulin, semuanya terawat baik. (bersambung) |