Di Ruang Liturgi, ada banyak relikui (bagian/ tubuh dari orang-orang kudus), dari Santo Ignatius Loyola sampai santo-santa lain yang tak dikenal. Tak dikenal karena ketika ditemukan pertama kali, semuanya menumpuk di belakang kapel biara. Antara relikui dan surat keterangannya terpisah satu sama lain dan masih dalam bahasa Latin. Dengan telaten Sr. Ingrid Widhiningsih, mulai mencocokkan surat dan tulisan yang ada di relikui satu per satu. “Wah, relikuinya banyak sekali,” kata Sr. Madeleine Mail, sewaktu datang dengan beberapa suster dari komunitas Jalan Pos. “Mungkin itu yang membuat biara ini jadi sejuk dan tenang,” lanjutnya. Suatu saat, datanglah ahli sejarah gereja, Rm. A. Heuken, SJ, dengan tongkatnya, ingin melihat-lihat museum. Beliau sempat heran, “Di biara-biara lain relikuinya tidak sebanyak yang ada di sini,” katanya. Perkiraan kami adalah kemungkinan setiap suster misionaris Ursulin yang datang ke Indonesia masing-masing membawa relikui. Bisa jadi mereka memohon perlindungan dan keselamatan di jalan kepada orang kudus devosi mereka masing-masing. Setelah sampai di Batavia, di rumah induk Noorwijk ini, relikui-relikui itu lalu ditinggalkan.
Yang tidak kalah menarik adalah berbagai macam bentuk salib dan patung Bunda Maria. Unik dan indah, raut wajahnya cantik dan proporsional tingginya. Kalau kita amati, berbeda dengan patung-patung buatan sekarang. Sering kali wajah patung “kurang cantik” dan “kurang proporsional perbandingan tinggi badannya.” Keunikan dan keindahan hasil karya pahatan mencerminkan suatu ungkapan jiwa dan perasaan si pembuat, si pematung, atau si pemahat. Tentu hal ini tidak luput dari kontemplasi si pemahat, relasi si pemahat, dan yang dipahat.