Jumat, 20 Oktober 2017

KUNJUNGAN SENIOR CLASS



Museum Santa Maria pada Kamis, 5/10/2017 sekira jam 11.00, menerima kunjungan sepuluh lansia dari komunitas “Senior Class” Paroki Maria Bunda Karmel, Tomang. 

Kunjungan ke Museum Santa Maria adalah salah satu kegiatan “Senior Class”. Menurut Ibu Christine, Koordinator acara, peserta yang datang direncanakan dua puluh orang, namun ternyata yang bisa hadir hari ini hanya sepuluh saja. 


“Senior Class” sendiri adalah kumpulan para lansia yang dikoordinir ibu Christine. Menurut Bu Christine, tujuan awalnya hanya untuk menghibur mamanya yang sudah tua dengan mengajak para lansia lain di dekat rumah untuk sama sama berkumpul setiap kamis pagi. Acara kumpul para lansia diisi dengan permainan ringan untuk membantu para lansia tetap segar dalam ingatan dan tidak lupa. Seperti games dengan pertanyaan nama kota kota besar di Indonesia dan dunia. Atau pertanyaan pertanyaan yang diambil dari berbagai media saat ini dengan diseleksi terlebih dahulu. 


Sr Lucia, OSU penanggung jawab Museum hadir menyapa langsung para oma dengan mengajak nonton film singkat tentang sejarah para Suster Ursulin di Indonesia dan Museum. Suster juga bercerita perihal bangunan yang saat ini menjadi museum adalah bangunan pertama sekaligus komunitas pertama Ursulin di Indonesia.


Usai menonton, Suster menemani para oma keliling museum. Saat dijelaskan bahwa Angela adalah pendiri Ordo Santa Ursula, Oma Agnes bertanya 


“Ini bagaimana ceritanya Ursula dengan Santa Maria kok sekarang jadi ada Angela?” 


Setelah dijelaskan bahwa Angela Adalah pendiri ordo, dan mengapa Angela memilih nama Santa Ursula menjadi nama Ordo serta Santa Maria adalah nama komunitas para Suster Ursulin di Jalan Juanda ini, oma Agnes manggut manggut “ooo…..” Di ruang berikutnya, muncul lagi banyak pertanyaan dan tanggapan, 
“Ini bajunya kok hanya dua?” tanya seorang oma menunjuk dua manikin berseragam biarawati. 

“Ooo jadi suster angela dimakamkan di tanah abang?” Tanya oma lain saat menunjuk foto sebuah komplek makam tua, oma tersebut mengira bahwa Angela Merici pendiri Ordo dimakamkan ditanah abang. Setelah diulangi ceritanya bahwa yang meninggal adalah salah satu suster pionir oma tersebut langsung menanggapi. 


“Emangnya masih ada makamnya?” Tentu saja makamnya masih ada, tetapi makam suster sudah dipindahkan ke pemakaman di Bandung dan di Selapajang. Saat ini komplek pemakaman di Tanah Abang menjadi Museum Taman Prasasti. Suster menjelaskan dengan sabar semua pertanyaan dan komentar dari para oma. 


Disetiap ruang selalu banyak pertanyaan dan tanggapan. Di ruang misi, muncul lagi pertanyaan lain yang tak kalah seru. Para oma antusias melihat dan mengagumi benda benda yang tersimpan di museum. “Uang ini saya punya, yang ini pernah ngalamin. Ini uang darimana?” tanya seorang peserta sambil menunjuk sebbuah uang kertas. “Disini kan benda kuno semua, kok ada kain daerah yang masih baru?” tanya yang lainnya. 


Dijelaskan bahwa di ruang misi ini menyimpan berbagai benda pendukung karya para suster ursulin di daerah misi, jadi benda apapun terkait karya pasti di simpan di Ruang Misi. “Ini Akordian masih bisa dipakai? Ini mesin jahit dari sejak kapan? Semua uang ini dari mana saja? Kirain museumnya kecil, nggak taunya luas. Suster, berapa luas museumnya?” Semua pertanyaan dan tanggapan dijawab suster dengan sabar. 


Puas berkeliling selama lebih dari satu jam, para oma makan siang bersama di Unit Produksi SMK.***






Visitor Studies Cara Museum Memanjakan Pengunjung.

Pergeseran paradigma museum dari Collection oriented ke Public Oriented memaksa Museum harus berbenah dan meningkatkan kualitas pelaya...