Busana suster meski
mengalami perubahan namun pada pokoknya penampilannya dibuat sederhana. Pada awal pembentukannya,
Romo Lambert tidak menentukan model baju secara khusus bagi para suster.
Mengutip dari Kronik Ursulin Noordwijk, Baju yang dikenakan suster sederhana
dan biasa saja.
Halaman 3 buku kronik
Ursulin Noordwijk mencatat “Pada tanggal
30 April tahun 1818, mereka berkumpul di pastoran. Yang hadir pada waktu itu
adalah Rama Lambertz, 3 calon biarawati dan ibu dari Anna dan ibu dari
catharina, orang tua calon biarawati. Mereka mengadakan doa khusus, antara lain
veni creator dan Litani semua orang Kudus. sejak upacara itu, mereka mulai
menyebut diri "suster". Pakaian mereka sopan dan sederhana saja,
tidak ada yang khas.”
Baju para suster ursulin
dari Tildonk tidak berubah Ketika tiba di Batavia tahun 1856. Baju dengan
assesories yang khas tetap dipertahankan seperti rosario yang melilit salib
besar dan diikatkan pada pinggang.
Buku sejarah 165 Tahun
Ursulin Santa Maria Juanda halaman 59 menceritakan detail baju suster. “Sejak
kedatangan, para suster Mère/Soeur memakai pakaian biara/seragam warna hitam
panjang sampai di mata kaki dengan gempt di dada warna putih berbentuk kotak.
Bagian kepala memakai muts (= penutup rambut) di kepalanya supaya tidak
kelihatan/keluar, baru kemudian ditutup dengan kap warna putih model “pangsit”,
lalu di atas kap ada kerudung/slyer tipis warna hitam.”
Perubahan terjadi di akhir
tahun 1905, bentuk gempt kotak putih di dada diganti berbentuk bundar/bulat.
Tahun 1933 warna habyt
para suster di daerah tropis, khususnya Hindia Belanda, tidak lagi berwarna
hitam, namun boleh warna putih untuk menyesuaikan dengan iklim tropis. Pada
pesta Santo Yusup, 19 Maret 1933 para suster tampil untuk pertama kalinya
dengan busana biara putih
selesai Konsili Vatikan
(1962—1965), ada perubahan besar khususnya dalam hal berpakaian. Habyt tidak
hanya satu warna putih, tetapi juga bisa warna abu-abu dan slyer-nya juga dapat
disesuaikan. Panjang habyt tetap semata kaki, tetapi model slyer berubah lebih
sederhana.
Pada waktu kembali dari
Kapitel Umum, Provincial Suster Redempta Dencher memperkenalkan habyt baru yang
lebih sederhana, yaitu habyt tanpa “ploi-ploi”/lipatan dan memakai slyer tanpa
muts lagi. Awalnya, para suster agak canggung karena belum terbiasa dengan
sesuatu yang baru karena tanpa muts rambut di kepala yang selama ini tidak
kelihatan menjadi tampak.
Cara berpakaian para
suster tercatat dalam buku KATA KATA SANTA ANGELA, REGULA, NASEHAT, WARISAN (RNW)
pada bagian REGULA bab II
1. Perliu diingat,bahwa pakaian dan cara berpakaian
mereka harus sopan dan sederhana sebagaimana layaknya kesederhanaan seorang
perawan.
2. Karena itu, mereka harus memakai gaun yang tertutup
dengan baik dan syal dari linen atau katun kain yang tidak terlalu mewah dan
tidak tembus pandang; demikian pula halnya dengan kerudung mereka.
3. Baju mereka harus terbuat dari kain kasar atau sejenis kain wol berwarna
coklat atau coklat tua, atau abu-abu tua, yang cocok dengan mereka
masing-masing sesuai dengan kemungkinan yang ada.
4. Mereka boleh tetap mengenakan pakaian yang mereka
miliki pada saat masuk kompani hanya sampai pakaian itu rusak. Dan asal pakaian
itu tidak berlipit-lipit tak berbelah lengannya, atau empunyai border
kerrawang, sulaman ataupun hiasan lain.
5. Endaknya mereka mengenakan ikat pinggang kulit sebagai
tandamatiraga lahir dan kesucian batin yang semnpurna.
6. Mereka tidak boleh mengenakan sutera, atau beludru,
atau perak atau emas, maupun sandal atau sepatu yang tidak hitamdan sederhana.
7. Syal atau kerudung tidak boleh warna-warni, atau
terbuat dari sutera atau kain yang terlalu mewah dan tembus pandang, pakaian
dalam mereka tidak berlipit-lipit.
8. Pendek kata, tidak mengikuti mode, atau pebnuh hiasan
atau tembus pandang, dan memakai hal-hal lain yang tidak perlu, yang bisa
menodai hati Nurani mereka sendiri dan orang lain,
9. Atau yang berlawanan dengan kesederhanaan seorang
perawan.
Peraturan itu mengajak
para suster untuk rendah hati melalui cara berpakaian yang sederhana, dari
bahan sederhana dan tidak perlu asesories, yang penting nyaman dan menyesuaikan
dengan adat kebiasaan setempat. ***