Kamis, 14 Maret 2019

Belajar Memandang Perbedaan





Pendidikan Pancasila tidak melulu harus dikelas. Perlu riset dengan melihat langsung, bagaimana Pancasila diimplementasikan dalam kehidupan bermasyarakat. Salah satu tempat yang terpilih untuk riset itu adalah Museum Santa Maria.

 Senin 19 November 2018, Pak Simon mengontak museum Santa Maria. Pak Simon Wenehen, dosen matakuliah Pancasila di STIE URSULA Mengabarkan akan berkunjung ke kapel dan Museum keesokan harinya pada selasa 20 November pagi jam sembilan. Tetapi karena esok paginya sudah ada rombongan lain yang memesan tempat sebulan sebelumnya, kami tawarkan Pak Simon dan rombongan perubahan jam. Setelah tawar menawar soal waktu kunjungan, disepakati rombongan akan datang sekira jam 13.00

 Hari Raya Maulud Nabi saat jam menunjuk angka 13.20, rombongan mahasiswa STIE URSULA masuk ke kapel Santa Maria. Di dalam kapel, Pak Simon memperkenalkan diri dan rombongan. Menjelaskan maksud dan tujuan kedatangan. Ia mengajak mahasiswanya yang berlatar belakang berbagai agama dan suku, berkunjung ke beberapa tempat ibadah untuk melihat dari dekat setiap agama dan belajar bagaimana perbedaan saling mendukung dan melengkapi.

 Di depan para mahasiswa, Pemandu menjelaskan singkat gambaran umum kapel Santa Maria. Kapel sendiri adalah gedung gereja kecil. Dan Kapel santa Maria meski menjadi bagian dari biara, namun para suster mengijinkan umat datang bergabung merayakan misa harian dan mingguan.

 Dari Kapel, Pemandu mengarahkan rombongan menuju ke hall museum. Sambil lesehan, kembali Pak Simon memperkenalkan diri dan menyampaikan niat dan tujuan mereka datang ke Santa Maria. Suster Lucia menyambut gembira kedatangan kawan kawan mahasiswa. Setelah berkenalan singkat dan memutarkan film pendek, Suster memberi ruang untuk bertanya.

 Zerly, salah satu mahasiswi berjilbab bertanya bertanya tentang baju yang dikenakan suster. “Suster pakai seragam ini apakah tiap hari? Trus untuk apa dan bagaimana bisa pakai sragam itu?” Suster menjelaskan bahwa baju yang dikenakannya adalah baju seragam para suster. Ada beberapa tahapan, yang pertama saat masih novis hanya baju seragam belum menggunakan kerudung. Kemudian setelah berkaul sementara baru mendapat kerudung. Setelah berkaul kekal, maka seorang suster mendapatkan kerudung dan salib serta cincin yang harus dipakai setiap hari.
Pertanyaan lain dari Bella ”Menurut Suster, gimana cara mengatasi perbedaan agama di Indonesia?” “Waah berat ini…berat…. berat pertanyaannya ….hahahaha… sahut beberapa teman lain. Suster menjawab dengan mengisahkan peristiwa ketika seorang anak baru lahir dan disekitarnya sudah ada perbedaan kemudian tumbuh bersama , mungkin tidak akan mereasakan perbedaan itu. Susterpun mengisahkan masa kecilnya yng hidup dan bertetangga dengan banyak macam latar belakang perbedaan namun tetap dapat hidup rukun damai bahkan sampai saat ini masih berelasi dengan baik.

 Setelah puas bertanya, tiba waktunya untuk berkeliling museum. Rombongan dibagi menjadi beberapa kelompok. Setiap kelompok didampingi pemandu. Semua kelompok masuk ke ruang ruang yang ada di Museum. Mereka mendapatkan penjelasan bagaimana Para Suster Ursulin mengawali perjalanan, memulai karya dengan berbagai tantangan dan kesulitan. Apalagi pada masa awal kedatangan mereka di tahun 1856, Para Suster sudah menjadi minoritas. Katolik pada masa itu sangat kecil dibanding penduduk Batavia. Bahkan para pekerja , penghuni asrama dan murid suster didominasi non katolik.

 Karena diingatkan oleh koordinator bahwa masih ada tempat yang harus dikunjungi maka tour keliling museum Kurang dari sejam. Meski hanya sebentar dan masih ada yang merasa belum puas, mereka terkesan. Mereka tuangkan kesan dan pesan kunjungan dalam buku tamu dan lembar kertas yang tersedia. Berikut beberapa kesan yang dirangkum redaksi.

 Yonathan : Bisa merasa lebih tau tentang arti sejarah suster santa Ursula. Lebih banyak belajar. Victor: Menambah wawasan bagi kami yang tidak / belum mengeti sejarah tentang agama katolik. Monic : Bagus sangat berkesan melihat para pejuang Biarawat untuk menyebar kebaikan Tuhan. Indra Munid Yuliyanto: Kami sangat mendapatkan ilmu baru dari Santa Maria. Ini sangat memberikan wawasan yang lebih luas bagi yang berbeda agama seperti saya. We love Santa Maria. Seprianus Putra: Tempat luar biasa bersejarah dan patut dilestarikan. Coni Fransisca: Tempatnya enak dan nyaman, banyak dapat ilmunya. Museumnya banyak benda benda jaman dulu. Ok deh pokoke. Tarsila Destri: Sangat bermanfaat dengan adanya museum ini, sehingga saya bisa mengetahui tentang museum.

 Kesan yang mereka ungkapkan dalam tulisan menunjukkan kekaguman dan semangat untuk mau belajar dan menerima perbedaaan dengan tangan terbuka. Terima kasih kunjungannya kawan kawan mahasiswa STIE URSULA.***

Visitor Studies Cara Museum Memanjakan Pengunjung.

Pergeseran paradigma museum dari Collection oriented ke Public Oriented memaksa Museum harus berbenah dan meningkatkan kualitas pelaya...