Kamis, 14 Maret 2019

Sewindu Museum Santa Maria


Warna- warni balon seketika terbang ke udara setelah Suster Maria D. Sasmita, OSU Kepala Biara Santa Maria Juanda memotong tali-tali pengikatnya. Bersamaan dengan itu tersingkaplah Papan Nama baru Museum Santa Maria bernuansa oranye pertanda acara Open House Museum dimulai. 

Perayaan syukur ulang tahun Sewindu Museum Santa Maria Jakarta Rabu 06/2/2019 ditandai dengan pemasangan dan peresmian papan nama Museum Santa Maria dan kegiatan Lomba Fotografi untuk segala umur. Tujuannya tidak lain adalah supaya makin banyak masyarakat mengetahui bahwa di dalam kompleks sekolah-biara Santa Maria terdapat “living heritage”. 

Para tamu yang hadir sekitar 50 orang memenuhi Hall mungil. Sebagian adalah para suster dari berbagai komunitas, para undangan dari sekolah-sekolah, para pemerhati museum dan sponsor datang untuk ikut menyaksikan serta mengenal lebih dekat Museum St Maria. Lalu dilanjutkan dengan doa dan pemotongan tumpeng sebagai ungkapan rasa syukur dan terima kasih kepada Tuhan, atas perjalanan delapan tahun (2011-2019) Museum Santa Maria. 

Ibu Gina Sutono, mewakili volunteer terlama dan Mr Scott Merillees pemerhati kota Batavia/Jakarta yang pertama kali konfirmasi hadir, menerima potongan tumpengnya. Acara dimeriahkan oleh permainan piano persembahan Sir Harry Darsono Phd. 

Panitia sempat kalang kabut karena permintaan mendadak untuk menyediakan piano. Namun akhirnya piano kuno yang sudah lama “fals” bunyinya, dapat digunakan untuk menghibur para tamu. 

Lagu pertama yang dimainkan dengan “ciamik” adalah ungkapan, bahwa Cinta adalah banyak hal yang indah :“Love is a many splendored thing”. Para tamu juga diajak untuk bernyanyi bersama lagu Indonesia Pusaka ciptaan Ismail Marzuki dengan penuh semangat. 

Sekilas Perkembangan Museum 

Seperti kita ketahui, Museum Santa Maria sendiri diprakarsai oleh Sr. Ingrid Widhiningsih, OSU yang saat itu menjadi Pemimpin Komunitas. Selama 1,5 tahun beliau mengumpulkan, membersihkan dan menata artefak yang berserakan, di kapel, kamar, ruang dalam biara dan di unit-unit sekolah. 

Ibu Gina Sutono membantu mengumpulkan koleksi dan menata artefak-artefak di ruang-ruang kosong waktu itu.


Museum Santa Maria resmi dibuka oleh Pastor Paroki Katedral Rm Bratakartana, SJ pada 6 Februari 2011 usai misa di kapel. Selama tahun 2011-2015 Museum dibuka dan dikunjungi pada hari-hari tertentu saja seperti ketika ada MOS siswa/i baru dan Sabtu-Minggu oleh umat sekitar dan sekolah-sekolah Ursulin. 

Setelah Suster Ingrid diutus ke Komunitas Theresia medio 2015, pengelolaan Museum Santa Maria dilanjutkan oleh Suster Lucia yang sebelumnya juga ikut membantu mengurus museum. Dimulailah pendataan artefak secara digital yang dibantu oleh para volunteer dan fotografer Senior Kompas Arbain Rambey. 

Tahun Yubelium Kerahiman 2016, selain Kapel, Museum Santa Maria juga banyak dikunjungi umat KAJ. Sejak saat itu, Museum Santa Maria dibuka untuk umum menyesuaikan dengan Museum Katedral dengan jadwal buka tiga kali dalam seminggu: Senin-Rabu-Jumat; karena sering kali umat yang datang ke Museum Santa Maria, juga mengunjungi Museum Katedral dan sebaliknya. Pada tahun itu pula, Museum Santa Maria, mulai tercatat dan aktif mengikuti program yang diselenggarakan oleh AMIDA (Asosiasi Museum Daerah) Paramita Jaya, Jakarta. 

Setelah dibuka untuk umum, banyak orang tertarik dan ingin tahu seperti apakah Museum Santa Maria tersebut. Maka pada Juli 2017 Museum Santa Maria selain terus membuat brosur dan booklet, juga membuat blog sebagai sarana publikasi kegiatan dengan alamat http:// museumsantamariajuanda.blogspot.co.id dilanjutkan fanspage dan Instagram (IG). 

Pada 19-22 April 2018 Museum Santa Maria untuk pertama-kalinya mengikuti Pameran Museum Bersama Se-Indonesia ke-VI, dalam rangka HUT TMII ke-43 yang bertemakan: “Peran Perempuan Indonesia” di Sasana Kriya-TMII. Museum Santa Maria bergabung bersama museum-museum di seluruh Indonesia, berpameran bersama. 

Untuk lebih meningkatkan pelayanannya, mulai Oktober 2018 Museum Santa Maria dibuka setiap hari kerja dari jam 08.00 – 14.00, sementara untuk Minggu dan Hari Libur nasional dengan perjanjian. Jumlah pengunjung museum bervariasi, di tahun 2016 karena bertepatan dengan perayaan Yubileum maka pengunjung mencapai hampir 4.000 orang. Sementara di tahun 2017 sebanyak 1.455 orang dan 2018 sebanyak 1.405 orang. Sedangkan di tahun 2019 di bulan Februari sampai berita ini ditulis pengunjung tercatat sebanyak 400 orang. 

Museum Santa Maria masih termasuk karya baru dari Suster Ursulin Uni Roma, Provinsi Indonesia, sehingga pengelolaanya masih termasuk bagian dari biara. Museum ini menempati bagian depan dari bangunan paling awal. Organisasinya masih sederhana, dengan satu penanggung jawab, satu karyawan dan beberapa volunteer. 

Karya baru ini memiliki banyak tantangan, terutama fungsi dan kondisi gedung lama yang perlu direvitalisasi, perlunya konservasi berbagai macam artifak, selain Kompetensi pengelola yang masih terbatas. Namun dengan bergabungnya Museum Santa Maria dengan AMI (Asosiasi Museum Indonesia)– DKI Paramita Jaya yang setiap bulan mengadakan pertemuan, Museum terus belajar dan berbenah, untuk meningkatkan pelayanan, penyajian dan pemeliharaan.***

Visitor Studies Cara Museum Memanjakan Pengunjung.

Pergeseran paradigma museum dari Collection oriented ke Public Oriented memaksa Museum harus berbenah dan meningkatkan kualitas pelaya...