Rabu, 01 Agustus 2018

Seperti Habis Di-cas Baterainya.

Sr. Zita Iryanti dan Sr. Anita Seran, dua suster dari komunitas Generalat Ursulin-Roma dan komunitas Agats- Papua melakukan delapan hari retret pribadi di komunitas Santa Maria Juanda. Suasana libur sekolah membuat kompleks biara-sekolah sunyi-senyap tanpa suara anak-anak sekolah, mirip rumah samadi. Di sela-sela retret, mereka berkeliling melihat museum, bahkan mereka berdoa di area museum. 
Sr. Zita, OSU

“Ketika jalan-jalan di Museum, saya melihat lemari berisi koleksi piring dari berbagai negara sesuai yang tercantum pada lembar informasi di masing masing piring,” kata Suster Zita; ..”Saya kagum, untuk hal-hal kecil seperti piring, sendok-garpu sekalipun mereka bawa dari sana,” lanjutnya. Sr Zita terkesan bahwa para suster sungguh memikirkan dan mempersiapkan segala sesuatunya dengan teliti dan baik. Sementara selama ia mendapat perutusan di Generalat-Roma yang sedang dijalaninya, ia tidak perlu repot-repot membawa alat-alat itu. 

“Area ini sungguh suatu tempat yang nyaman untuk berdoa dan merenung. Merenungkan para suster pendahulu dengan segala kegiatan dan usahanya untuk merintis pendidikan perempuan pertama di sini,” sharing Sr Zita. “Itu semua membuat saya makin bersemangat untuk bekerja,” katanya mantap.

Beberapa waktu kemudian, Sr Anita Seran juga datang untuk mengambil waktu retretnya di komunitas St Maria. Dalam refleksinya, ia membandingkan tugasnya mengajar dan mendidik anak-anak di Agats-Papua dengan usaha para suster pionir di Santa Maria. 
“Dahulu para suster pionir mendidik anak-anak yang tidak terawat dan tersentuh belaian kasih sayang orang tuanya karena ortunya harus bekerja di perkebunan-perkebunan yang letaknya di luar kota. Orang tua menitipkan anak-anaknya di asrama. Sedangkan saat ini kami harus mendidik anak-anak yang betul-betul tidak mengenal sekolah dan lebih memilih mencari sagu dan hidup di alam liar. Mereka sejak lahir sudah mengenal dan hidup di hutan, tidak mempunyai motivasi untuk bersekolah. Untuk kami, ini sungguh suatu tantangan, bagaimana menyadarkan orangtua mereka dan mengajak anak-anak itu untuk mau datang ke sekolah, dan itu dilakukan hampir setiap hari,” ceritanya sambil tersenyum. 
Sr. Anita Seran, OSU

“Sebelum saya mulai retret, saya merasa lelah, cape…seolah-olah usaha saya sia-sia, tidak ada gunanya,” keluhnya. “Tapi sekarang saya sungguh mendapat energi baru untuk kembali ke komunitas Agats-Papua dan mengajak mereka kembali untuk terus menerus tanpa lelah mau pergi ke sekolah,” katanya bersemangat. 

Sr. Zita dan Sr. Anita sungguh merasakan bahwa aura Museum St Maria sangat positif terutama saat mereka berada di ruang relikui. Mereka mendapatkan semangat dan energi baru. “Seperti habis dicas/ charge baterainya,“ kata mereka. Semoga tidak hanya semangat baru, tetapi juga inspirasi baru untuk pelayanan suster di komunitasnya. Terima kasih sharing-nya Suster.***

Visitor Studies Cara Museum Memanjakan Pengunjung.

Pergeseran paradigma museum dari Collection oriented ke Public Oriented memaksa Museum harus berbenah dan meningkatkan kualitas pelaya...