Rabu, 14 November 2018

NOSTALGIA UANG KERTAS 500 RUPIAH

Museum Santa Maria mendapat kunjungan tiga tamu Wanita dari Kalideres yaitu Ibu Suyatmi, Ibu Yenlie dan Ibu Christin pada Sabtu 13/10/2018. Mereka sengaja datang untuk survey sebelum membawa rombongan anak-anak yang direncanakan akan berkunjung tanggal 20 November, persis hari libur Maulid Nabi.




Beberapa menit sebelum jam sepuluh, mereka dihantar sekuriti tiba di museum dan memastikan fasilitas yang tersedia di Museum untuk kunjungan nanti. Toilet, tersedia, Aula atau hall nyaman lengkap dengan proyektor dan sound. Konsumsi bagaimana? Ooh ada, tersedia kantin unit produksi tempat praktek siswa siswi SMK Santa Maria jurusan tataboga. Mereka siap membantu rombongan pengunjung yang akan memesan makan siang setelah lelah berkeliling museum. 

”Ya sudah kalo gitu konsumsi disini saja, ga usah repot-repot nyiapin,” kata Bu Suyatmi. Yang lain mengangguk setuju. “Mohon info kontak pengelola kantinnya?” 

“Siap bu, silahkan dicatat. Kosong delapan sekian… sekian… sekian….” Selesai mencatat dilanjutkan dengan keliling Museum. 

“Mumpung lagi survey jadi puas-puasin keliling museumnya. Ntar kalo pas bareng rombongan pasti sibuk ngatur-ngatur jadi nggak bisa menikmati.” Setuju Bu. Dan akhirnya selama dua setengah jam, mereka bertiga betul-betul puas menikmati jelajah museum Santa Maria. 

Di Ruang Misi, begitu melihat koleksi numismatic atau uang kuno segera saja mereka mendekat. Naluri alam melihat uang langsung lupa bahwa di museum banyak koleksi lain. Tidak apa apa, sangat wajar dan tentu uang bukan perkara hasrat tetapi juga kenangan dimana masa yang lalu kembali datang saat melihat uang yang dulu dimiliki.


“Eeh.. ada uang yang gambar monyet.” 

“Dulu aku punya uang yang gambar monyet ini.” 

“Hahaha… iya…aku juga loh.” 

 Kayaknya kita ngrasain semua deh pas ada uang gambar monyet ini.” 

“Hahahaha….” Uang dengan dasar warna hijau, bergambar binatang Orang Utan seperti yang tertulis di uang kertas dengan angka nominal 500 rupiah itu menjadi perhatian pertama, padahal ada banyak uang kertas yang lain. 

Uang kertas itu rupanya membawa para ibu kembali ke masa lalu. Setelah puas memandang dan mengenangkan masa–masa saat memiliki uang kertas limaratusan bergambar Orang Utan itu, baru kemudian mereka melihat uang kertas lain dari Indonesia dan dari berbagai negara lain. 

Di ruang Misi pula, penjelasan mengenai pendidikan kaum perempuan yang dimulai sejak 1856 baru mereka pahami. Bahwa gereja katolik hadir untuk mendidik para perempuan pada masa di mana perempuan menjadi sasaran eksploitasi akibat dari sistem tanam paksa penjajah Belanda. 

Mereka sungguh terkesan dengan sejarah para Suster yang mendidik para perempuan jauh sebelum Indonesia merdeka. Kesan itu mereka tuangkan dalam tulisan di buku pemandu: 

- Sangat Bagus. 
- Benar-benar bersejarah. - Pengajaran berbagai karakter: relijius, nasionalis dll. 
- Penjelasan yang jelas dan ramah.

Menjelang jam satu siang, para ibu mulai meninggalkan Santa Maria. Sebelum pergi, tak lupa mereka mengambil foto-foto dulu di area kompleks sekolah Santa Maria.***

Penghormatan Relikui

Museum Ursulin Santa Maria (MUSM) menggelar Pameran dan Penghormatan Relikui memperingati Hari Raya Semua Orang Kudus. Kegiatan Pameran dan...