Jumat, 23 Mei 2025

Koleksi Museum Pendidikan Santa Maria Dipamerkan



SaintPedia berkolaborasi dengan Kampus Ministry Unika Atma Jaya menghadirkan relikui dari berbagai kelas dalam sebuah kegiatan pameran relikui Exposition of Sacred Relics. Museum Pendidikan Santa Maria (MPSM) mengizinkan koleksi relikui miliknya dipamerkan dalam kegiatan tersebut yang diselenggarakan di gedung Yustinus lt. 14 Atmajaya pada Jumat – Sabtu 25-26 April 2025. 

Relikui milik MPSM yang dipamerkan antara lain relikui St. Ursula; St. Angela; St. Marie Margaret Alocoque masing -masing dalam frame terpisah. Sedangkan relikui St. Fransiskus Assisi, St. Ignatius Loyola, St. Clara, St. Coleta dalam satu frame. Satu frame lain gabungan relikui St. Petrus dan St. Dominikus. Secara keseluruhan, panitia memamerkan 59 daftar nama para Kudus dalam daftar kegiatan tersebut. 

Salah satu tujuan diselenggarakannya pameran ini adalah sebagai bagian dari rangkaian Lustrum ke-13 Unika Atma Jaya dan merayakan hari kanonisasi Beato Carlo Acutis sebagai “Santo” serta memeriahkan peziarahan Tahun Yubileum “Peziarah Pengharapan” tahun 2025 di lingkup Keuskupan Agung Jakarta. 

Kegiatan ini diawali dengan Misa Kudus secara khusus untuk panitia dan volunteer, kemudian dilanjutkan dengan Pentahktaan Relikui-relikui Kudus ke ruang pameran. Pengunjung dapat dengan bebas berdoa bersama relikui-relikui para kudus yang ada. 

 Panitia melalui Romo Stevanus Harry Yudanto, Pr Pastoran Mahasiswa Kampus Atmajaya dan Rm. Antonius Hermanto, CDD pendamping rohani komunitas SaintPedia memberikan ruang dan kesempatan bagi umat yang ingin menerima Sakramen Tobat. 

 Dalam kesempatan tersebut umat juga dapat bekunjung kepada Sakramen Mahakudus dalam adorasi yang disediakan di ruang khusus. Selama pameran relikui berlangsung, di setiap meja pamer relikui telah siap pemandu yang membantu menjelaskan berbagai hal tentang relikui tersebut. 

Acara ini dilengkapi dengan katekese mengenai pengetahuan dan teladan kesaksian iman para kudus. Harapannya, kesempatan ini dapat ikut menghidupkan kembali ingatan umat serta mengobarkan semangat mengenai teladan hidup para kudus, mereka yang telah jaya di Surga, yang tidak melupakan kita sebagai sesama anggota jemaat Allah dengan Kristus sebagai kepalanya.

Sebagai bentuk dukungan, pengunjung dapat membeli bunga mawar sebagai bentuk penghormatan di dekat relikui orang kudus yang dirasa dekat dengan pengunjung. Pengunjung juga dapat memberikan donasi pada tempat yang telah disediakan. 

Ibu Silvy salah satu pengunjung dari paroki Maria Kusuma Karmel (MKK) Meruya mengungkapkan rasa senangnya. “Saya dikasih tau adik saya yang di Surabaya katanya disini ada pameran relikui. Yang di Surabaya saya ga bisa datang jadi saya usahakan datang.” Tuturnya. 

Usai kegiatan, Reynald koordinator acara menceritakan bahwa hari terakhir pameran jam tutup pameran terpaksa mundur dari jadwal karena umat sangat banyak dan memenuhi ruang pamer. Jadwal yang seharusnya jam 18.00 sudah selesai terpaksa mundur sampai beberapa jam kemudian. “Jam sepuluh lewat kami baru bisa pulang” Tutur Rey bersemangat.***








Rabu, 21 Mei 2025

Perjalanan Alih Bahasa Alkitab

 

Ki-ka: Pak Agus, Sr. Marie Louise OSU, Ibu Jani dan Pak Albert

Museum Alkitab di Salemba Raya menjadi salah satu tujuan untuk studi banding karena koleksinya khusus yaitu alkitab. Museum Alkitab menceritakan perjalanan alih bahasa Alkitab sejak abad pertama Masehi sampai saat ini.

Di Museum Alkitab dipamerkan perjalanan perkembangan penulisan alkitab dari bahasa Ibrani kemudian Yunani, Latin dan akhirnya berkembang sampai saat ini dalam berbagai bahasa. Di Indonesia alkitab yang pertama berbahasa Melayu kemudian berkembang mengikuti berbagai bahasa suku-suku yang ada di Indonesia.

Bapak Albert, Kepala Museum Alkitab, menyambut sekaligus menemani keliling dimulai dari perpustakaan, museum dan terakhir di toko buku. Di Perpustakaan, dipamerkan alkitab dalam berbagai bahasa, buku terbitan Lembaga Alkitab Indonesia (LAI) dan buku lain terkait Agama. Nomor registrasi menggunakan system Desimal Dewey sehingga semua buku di perpustakaan LAI selalu diawali angka dua (2). Angka dua (23) dalam istem Desimal Dewey merujuk pada kategori Agama.

Hal menarik lainnya di Perpustakaan terdapat teras yang dihiasi berbagai tumbuhan yang muncul dalam pembahasan alkitab antara lain, Pohon Ara, Pohon Zaitun, Anggur. Pengunjugn dapat menikmati area indoor maupun outdoor Perpustakaan yang terletak di lantai 3 gedung LAI.

Selepas ruang Perpustakaan. Pak Albert mengajak ke area Museum di lantai 2 geudng LAI. Area pamer museum dibagi dua yaitu ruang pamer tetap dan temporer. Di ruang pamer tetap dipamerkan sejarah berdirinya Lembaga Alkitab Indonesia (LAI).

Dipamerkan juga sejarah alih bahasa Alkitab dari awal penulisan berbahasa Ibrani kemudian berkembang ke bahasa Yunani pada masa perjanjian baru, beralih lagi ke bahasa Latin oleh Santo Hieronimus kemudian berkembang terus di Indonesia dalam bahasa Melayu pada abad 19.  Saat ini alih bahasa alkitab berkembang mengikuti bahasa-bahasa suku setempat di berbagai wilayah di Indonesia menyentuh 500 bahasa.

Di ruang pamer ini juga ditampilkan replika kodeks atau lembaran tulisan alkitab yang dibukukan juga replika gulungan Alkitab berbahasa Ibarani. Selain itu juga dipamerkan sekilas tentang Gutenberg yang sukses mencetak Alkitab dengan mesin cetak karyanya. Dimulai Gutenberg, Alkitab dicetak dan disebarluaskan keseluruh dunia.

Di Ruang Pamer Temporer dipamerkan berbagai jenis replika benda dan patung yang terkait dengan cerita dalam Alkitab. Mulai dari biji tanaman, berbagai alat musik, model kemah, senjata kuno, dua loh batu, uang, dan lainnya.

Hasil Kerjasama LAI dengan umat berupa Alkitab yang ditulis tangan juga turut dipamerkan.        Program LAI tersebut melibatkan dua ribu orang yang menuliskan isi Alkitab secara bergantian. LAI menyiapkan kertas seragam sebagai sarana penulisan dan umat menuliskan dengan tangan bab dan ayat dalam Alkitab sesuai bagian masing-masing.

Selesai dari ruang pamer dan toko buku LAI, foto bersama di depan Alkitab raksasa di Lobi Gedung LAI mengakhiri kegiatan kunjungan. ***  

Bentuk dan Model Arsip

 

ki-ka: Pak Aji, Pak Firman, Ibu Jani, Sr. Marie Louise OSU


Tulisan “Arsip Sebagai Simpul Pemersatu Bangsa” terpampang di atas pintu masuk Diorama Sejarah Perjalanan Bangsa di Museum Diorama Arsip Nasional Republik Indonesia (ANRI). Tulisan itu menyambut kunjungan dalam rangka studi banding Museum Ursulin Santa Maria (MUSM) ke ANRI yang dilaksanakan pada Selasa 2 April 2024.

Bapak Firmansyah yang menyambut,mengawali tur keliling dengan ajakan untuk tersenyum “Mari kita tersenyum karena kita disambut oleh para presiden yang tersenyum.” Katanya sambil menunjukkan relief gambar para presiden RI yang tersenyum dalam satu bingkai dengan judul “Senyuman Indonesiaku”

Pak Firman kemudian menjelaskan bahwa Diorama Arsip ini menceritakan perjalanan bangsa Indonesia terkait dengan kearsipan. Salah satu contohnya adalah replika batu prasasti yang tersebar di berbagai tempat di Indonesia pada masa kerajaan.

Batu Prasasti tersebut merupakan Arsip yang berkembang sesuai zamannya dimana batu prasasti menjadi penanda suatu masa. Dalam Batu Prasasti terdapat berbagai informasi mengenai sejarah, seperti urutan pemerintahan, kejadian penting pada masa lalu, serta genealogi suatu Kerajaan. Semua batu prasasti di Museum Diorama ANRI adalah replika karena yang asli tidak boleh direlokasi.

Arsip lain yang dipamerkan adalah replika Poster bergambar perjuangan pada masa perang kemerdekaan. Poster-poster tersebut menjadi arsip karena gambar dan tulisan yang unik karena menggunakan ejaan bahasa yang berkembang saat itu.  Replika poster juga menggambarkan salah satu bentuk atau media perjuangan pada masa perang kemerdekaan yang bertujuan mengobarkan semangat pemuda untuk berjuang mengusir penjajah.

Suara juga menjadi Arsip yang dipamerkan. Arsip suara para presiden yang pernah berkuasa di Indonesia dapat dinikmati dengan bantuan headset. Tak ketinggalan Suara presiden Sukarno yang memproklamirkan kemerdekaan RI dapat didengarkan secara langsung melalui speaker di ruang pamer Kumpulan Naskah Teks Proklamasi.

Kunjungan ke ANRI menambah informasi tentang berbagai bentuk Arsip serta cara memamerkan agar dapat dinikmati dan menarik pengunjung. ***

Busana Suster

 


Busana suster meski mengalami perubahan namun pada pokoknya penampilannya dibuat sederhana. Pada awal pembentukannya, Romo Lambert tidak menentukan model baju secara khusus bagi para suster. Mengutip dari Kronik Ursulin Noordwijk, Baju yang dikenakan suster sederhana dan biasa saja.

 Halaman 3 buku kronik Ursulin Noordwijk  mencatat “Pada tanggal 30 April tahun 1818, mereka berkumpul di pastoran. Yang hadir pada waktu itu adalah Rama Lambertz, 3 calon biarawati dan ibu dari Anna dan ibu dari catharina, orang tua calon biarawati. Mereka mengadakan doa khusus, antara lain veni creator dan Litani semua orang Kudus. sejak upacara itu, mereka mulai menyebut diri "suster". Pakaian mereka sopan dan sederhana saja, tidak ada yang khas.”

 Baju para suster ursulin dari Tildonk tidak berubah Ketika tiba di Batavia tahun 1856. Baju dengan assesories yang khas tetap dipertahankan seperti rosario yang melilit salib besar dan diikatkan pada pinggang.  

 Buku sejarah 165 Tahun Ursulin Santa Maria Juanda halaman 59 menceritakan detail baju suster. “Sejak kedatangan, para suster Mère/Soeur memakai pakaian biara/seragam warna hitam panjang sampai di mata kaki dengan gempt di dada warna putih berbentuk kotak. Bagian kepala memakai muts (= penutup rambut) di kepalanya supaya tidak kelihatan/keluar, baru kemudian ditutup dengan kap warna putih model “pangsit”, lalu di atas kap ada kerudung/slyer tipis warna hitam.”

 Perubahan terjadi di akhir tahun 1905, bentuk gempt kotak putih di dada diganti berbentuk bundar/bulat.

 Tahun 1933 warna habyt para suster di daerah tropis, khususnya Hindia Belanda, tidak lagi berwarna hitam, namun boleh warna putih untuk menyesuaikan dengan iklim tropis. Pada pesta Santo Yusup, 19 Maret 1933 para suster tampil untuk pertama kalinya dengan busana biara putih

 selesai Konsili Vatikan (1962—1965), ada perubahan besar khususnya dalam hal berpakaian. Habyt tidak hanya satu warna putih, tetapi juga bisa warna abu-abu dan slyer-nya juga dapat disesuaikan. Panjang habyt tetap semata kaki, tetapi model slyer berubah lebih sederhana.

 Pada waktu kembali dari Kapitel Umum, Provincial Suster Redempta Dencher memperkenalkan habyt baru yang lebih sederhana, yaitu habyt tanpa “ploi-ploi”/lipatan dan memakai slyer tanpa muts lagi. Awalnya, para suster agak canggung karena belum terbiasa dengan sesuatu yang baru karena tanpa muts rambut di kepala yang selama ini tidak kelihatan menjadi tampak.

  Cara berpakaian para suster tercatat dalam buku KATA KATA SANTA ANGELA, REGULA, NASEHAT, WARISAN (RNW)  pada bagian REGULA bab II

1.      Perliu diingat,bahwa pakaian dan cara berpakaian mereka harus sopan dan sederhana sebagaimana layaknya kesederhanaan seorang perawan.

2.      Karena itu, mereka harus memakai gaun yang tertutup dengan baik dan syal dari linen atau katun kain yang tidak terlalu mewah dan tidak tembus pandang; demikian pula halnya dengan kerudung mereka.

3.      Baju mereka harus terbuat dari  kain kasar atau sejenis kain wol berwarna coklat atau coklat tua, atau abu-abu tua, yang cocok dengan mereka masing-masing sesuai dengan kemungkinan yang ada.

4.      Mereka boleh tetap mengenakan pakaian yang mereka miliki pada saat masuk kompani hanya sampai pakaian itu rusak. Dan asal pakaian itu tidak berlipit-lipit tak berbelah lengannya, atau empunyai border kerrawang, sulaman ataupun hiasan lain.

5.      Endaknya mereka mengenakan ikat pinggang kulit sebagai tandamatiraga lahir dan kesucian batin yang semnpurna.

6.      Mereka tidak boleh mengenakan sutera, atau beludru, atau perak atau emas, maupun sandal atau sepatu yang tidak hitamdan sederhana.

7.      Syal atau kerudung tidak boleh warna-warni, atau terbuat dari sutera atau kain yang terlalu mewah dan tembus pandang, pakaian dalam mereka tidak berlipit-lipit.

8.      Pendek kata, tidak mengikuti mode, atau pebnuh hiasan atau tembus pandang, dan memakai hal-hal lain yang tidak perlu, yang bisa menodai hati Nurani mereka sendiri dan orang lain,

9.      Atau yang berlawanan dengan kesederhanaan seorang perawan.

 Peraturan itu mengajak para suster untuk rendah hati melalui cara berpakaian yang sederhana, dari bahan sederhana dan tidak perlu asesories, yang penting nyaman dan menyesuaikan dengan adat kebiasaan setempat. ***

 

 

Jangan Takut Buat Museum

 


Reportase workshop Pendaftaran Museum

 Museum Ursulin Santa Maria (MUSM) hadir dalam workshop Pendaftaran Museum bersama perwakilan 36 Museum di Jakarta.  Workshop Pendaftaran Museum diselenggarakan oleh Bidang Pelindungan Kebudayaan, Dinas Kebudayaan Provinsi DKI Jakarta, pada Selasa 6 Agustus 2024 di Auditorium Ki Hajar Dewantara Gedung Dinas Pendidikan Provinsi DKI Jakarta.


 sambutan

Bapak Bayu Niti Permana membacakan pesan dari Bapak Iwan Henry Wardhana selaku Kepala Dinas Kebudayaan Provinsi DKI Jakarta, yang mendadak berhalangan hadir sekaligus membuka acara. 

 Dalam pesan tertulisnya, kegiatan ini adalah pelaksanaan amanat PP no 66 th 2015 bahwa pemerintah daerah, perorangan maupun Masyarakat wajib mendaftarkan museumnya.

 Dengan workshop ini diharapkan dapat meningkatkan museum-museum yang terdaftar sehingga seluruh museum di provinsi DKI Jakarta nantinya siap di standardisasi dari segi pengelolaan museum. Dengan demikian Jakarta siap menjadi kota global yang kompetitif khususnya  dalam hal indikator menarik wisatawan  untuk berkunjung dikarenakan memiliki infrastruktur wisata, salah satunya museum, dengan dukungan dan sumber daya dan  sarana-prasarana museum yang berkualitas.”

 Dalam workshop tersebut, paparan disampaikan oleh Bapak Iskandar Eko Priyotomo  dan Ibu Eva Laylatus Sa'diyah keduanya dari Direktorat Pembinaan Tenaga dan Lembaga Kebudayaan, Kementrian Pendidikan Kebudayaan Riset dan Teknologi


 Paparan

Paparan pertama disampaikan oleh Bapak Iskandar Eko Priyotomo  atau Pak Eko. Pembinaan museum tak terlepas dari Peraturan Pemerintah (PP) no 66 Tahun 2015 tentang Museum, Permendikbud no. 24 Tahun 2022 serta pedoman standardisasi museum.

 Pembinaan Museum meliputi kelembagaan, peningkatan SDM dan pendampingan Museum. Di Kelembagaan ada Pendaftaran Museum. Mengapa  museum harus di daftarkan? Agar pemerintah dapat melakukan pembinaan.

 “Ya kalau tidak terdaftar gimana pemerintah mau melakukan pembinaan museum? Kalau tidak terdaftar pemerintah tidak tahu itu museum atau bukan. Apakah galeri atau bukan. Atau itu hanya sekedar punya koleksi sekedar punya Gedung, koleksinya, hobi, selesai apakah itu disebut museum?”

 Menurutnya, Pendaftaran museum sebenarnya mudah, meski ada tahapnya. “Setelah museum diresmikan dan beroperasi baru didaftarkan ke dinas kabupaten kota.  Kalau punya swasta itu di kota atau kabupaten maka pendaftaran ke dinas kota atau kabupaten. Kalau di  DKI langsung  ke dinas provinsi. Kalau sudah didaftarkan ke Dinas, baru Dinas memverifikasi ke museumnya. Begitu langkahnya.“

 “Kalau sudah di verifikasi Dinas baru didaftarkan ke kemendikbud. Nah dari kemendikbud baru diverifikasi hasil dari diknas atau verifikasi ulang. Kalau sudah memenuhi syarat  baru dibuatkan nomor museumnya.”

 Ia melanjutkan, setelah museum didaftarkan, dua tahun kemudian baru dilakukan standardisasi. “Standarisasi museum bukan menstandarkan fisik tetapi pengelolaan museumnya. Itu nanti ibu-ibu bapak-bapak  dapat melihat pada pedoman standarisasi. Apa sih yang akan distandardisasi. Nah di standardsisasi ini Setiap museum punya tingkatannya A, B, dan C. A seperti apa, B seperti apa dan C bagaimana itu nanti bapak ibu bisa melihat di pedoman standardisasi.”

 “Penguatan tata kelola museum melalui Kerjasama workshop. jadi kalau bapak ibu museumnya sudah terdaftar itu kitab isa melakukan workshop, kita melakukan pembinaan tata kelolanya. Nanti kita kerjsamanya dengan dinas atau kayak gini atau kita mengundang bapak ibu sekalian.  Kalau tidak terdaftar bagaimana caranya saya mau mengundang? Iya kan?”

 Terkait Pembinaan museum dalam peningkatan SDM Museum, Pak Eko menjelaskan bahwa hal itu dilakukan melalui workshop dan sertifikasi.  “Peningkatan SDM itu ada melalui bimtek, workshop, ada sertifikasi.  Karena di dalam permendikbud dan PP Permuseuman disebutkann bahwa museum punya profesi. Ada 6 profesi yang ada dimuseum yaitu ada Penata pamer, Edukator, Humas & Pemasaran, Kurator, Register dan konservator dan itu semua harusnya bersertifikat.

 Kenapa harus bersertifikat? Itu juga terpengaruh nilai standar museum. Semakin banyak tenaga yang tersertifikasi semakin tinggi nilai standarisasinya. Itu. Jadi kalau semakin tidak  ada sertifikasinya semakin turun nilainya. Terus bagaimana dong saya tidak punya sertifikasi, kita lakukan pembinaan kita lakukan sertifikasi.”

 Pak Eko juga menjelaskan bahwa belum semua SDM di museum tersertifikasi karena banyaknya museum dan keterbatasan dana anggaran. “Nah dalam hal pembinaan sertifikasi, terus terang mohon maaf direktorat pembinaan Lembaga pendidikan dan kebudayaan itu membina dari sabang sampai merake dan dana pelatihan itu tidak terlalu besar jadi akhirnya dari enam profesi itu paling satu atau dua profesi yang kita undang yang kita selenggarakan. Dan setiap penyelenggaraan itu paling banyak 60 berarti museum saja ada 400 gimana kita mau ini, iya kan? Mohon maaf kalau belum dapat giliran.” 

 Namun dalam keterbatasan dana anggaran itu, Pak Eko dan tim dari kemendikbud tidak tinggal diam, mereka berupaya keras untuk membina museum. “Tetapi ada jalan keluarnya, kita lagi deketin nih dinas-dinas. Ayok dinas-dinas kita adain sertifikasi, ngadain bimtek, Kerjasama kayak gini. Jadi dinas yang menyelenggarakan kegiatan itu kami yang nyiapkan narasumber dan assessor. “

 Pak Eko dan tim juga membuka diri dan menerima berbagai diskusi dalam pengelolaan Museum. Hal itu sebagai bentuk dukungan pembinaan terhadap museum. “Jadi kalau Bapak Ibu kalau ingin diskusi untuk mengelola museum itu atau butuh narasumber kita bisa bantu.”

 Terkait pendanaan, Kemendikbud ristek menyediakan DAK (Dana Alokasi Khusus) Museum dan Taman Budaya. “Jadi museum-museum milik dinas itu berhak mendapat atau mengajukan DAK Museum dan Taman Budaya berdasarkan nilai standarisasi. Jadi kalau museum-museum yang sudah terstandarisasi berhak mengajukan DAK, Di DKI contohnya Museum Bahari. “ Terang Pak Eko seraya menyebut Museum Bahari sebagai contoh Museum yang memanfaatkan DAK Museum dan Taman Budaya. 

 Untuk Swasta Pak Eko menjelaskan bantuan pemerintah lewat Dana Indonesiana. “Untuk yang Museum Swasta juga bisa tetapi bukan lewat DAK tetapi Dana Indonesiana. Kami punya dana Abadi kebudayaan yang sekarang disebut dana Indonesiana itu.  Bapak ibu pemilik museum berhak mengajukan diri untuk mendapatkan dana Indonesiana untuk pengelolaan ruang public. Jadi bapak ibu dapat mengajukan proposal sesuai dengan permintaan. 

 

 Pendaftaran Museum

Narasumber berikutnya adalah Eva Laylatus Sa'diyah, Penelaah teknis kebijakan Direktorat Pembinaan Tenaga dan Lembaga Kebudayaan menyampaikan tentang sistem pendaftaran museum.

 Pendaftaran Museum berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya, Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2017 tentang Pemajuan Kebudayaan, Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun 2015 Tentang Museum, Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Nomor 24 Tahun 2022 Tentang Peraturan Pelaksana, Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun 2015 Tentang Museum.

 MEnurut Bu Eva, pendaftaran Museum sangat mudah. “Syarat pendirian museum hanya ada 6 + 1 yaitu Memiliki Nama Museum, Memiliki Koleksi, Memiliki Lokasi dan Bangunan, Memiliki Visi danMisi, Memiliki SDM dan Memiliki Sumber Pendanaan Tetap. Untuk yang Plus 1 nya berbadan hukum Yayasan bagi museum yang didirikan oleh setiap orang atau Masyarakat umum (Swasta).

 Dalam Formulir Pendaftaran, pemohon mengisi data antara lain: Nama Museum, Alamat, Provinsi, Kabupaten/kota, Kecamatan, Kecamatan, Kelurahan, Nomor Telepon, Email, Narahubung.

 Daftar selanjutnya yang harus delengkapi adalah Jenis Museum, Jenis Pemilik, Nama Pemilik Museum dan Jenis Pengelola, Jumlah Koleksi, Visi, Misi, Tanggal Berdiri, Tanggal Peresmian, Sejarah Pendirian Museum, Sumber Pendanaan.

 Kemudian Bukti Kepemilikan Tanah, Luas Lahan, Luas Bangunan, Harga Tiket Museum jika ada. Setelah mengisi daftar tersebut disertakan lampiran berupa: Salinan SK Pendirian Museum, Salinan Akte Pendirian Yayasan, Struktur Organisasi, Data SDM, Bukti Kepemilikan Tanah dan gedung, Daftar Koleksi, dan Foto-foto Fasilitas Utama dan penunjang.”

 “Setelah Formulir diisi lengkap dikirmkan ke dinas kebudayaan Kabupaten/kota bagi museum yang didirikan Masyarakat Hukum Adat atau Perorangan. Setelah menerima formulir pendaftaran, Dinas Kebudayaan akan melakukan Verifikasi dan Validasi dokumen pendaftaran museum.” lanjutnya. 

 Setelah memastikan diverifikasi dan divalidasi, Dinas Kebudayaan Kabupaten/Kota meneruskan ke Direktorat Jenderal yang membidangi Kebudayaan untuk menerbitkan Nomor Pendaftaran Museum. Nomor Pendaftaran Museum kemudian dicatat oleh Dinas Kebudayaan Kabupaten/Kota dalam Sistem Registrasi Nasional Museum.

 Bu Eva kemudian mengajak peserta membuka laptop supaya mengakses website https://museum.kemdikbud.go.id/ untuk melihat Sistem Registrasi Nasional.

 

 Sistem Registrasi Nasional

Sistem Registrasi Nasional dibangun sebagai Upaya mengumpulkan, mengelola dan mengembangkan data museum se-Indonesia yang sebelumnya dilakukan secara manual kedalam satu sistem digital.

 Alurnya sebagai berikut:

1.      Mengakses website https://museum.kemdikbud.go.id/

2.      Klik menu MASUK atau https://sso.dapobud.kemdikbud.go.id/site/login

3.      Pilih Register Here untuk memasukkan pendaftaran akun.

4.      Jangan lupa siapkan akun dan password

5.      Setelah berhasil melakukan registrasi akun sso.dapobud, selanjutnya agar melakukan percobaan login ke Sistem Registrasi Nasional Museum melalui tautan https://museum.kemdikbud.go.id menggunakan akun sso.dapobud yang telah terdaftar 

6.      Masukkan data dan informasi museum yang didaftarkan

7.      Update secara berkala perubahan dan perkembangan kegiatan Museum

 

 Diskusi

Dalam sesi tanya jawab Pak Eko memberikan penjelasan bahwa apabila museum tidak didaftarkan tidak menjadi soal, namun jangan kemudian mengeluh bila tidak mendapat dukungan dari pemerintah.

 Pemerintah selalu mendorong agar setiap orang yang membuat museum untuk mendaftarkan museumnya. “Bedakan antara Pendaftaran Museum dengan Standardisasi Museum. Mendaftarkan Museum itu mudah, syaratnya cuma 6 + 1 untuk swasta.”

 Pendaftaran Museum selain mendapatkan manfaat bagi museum seperti yang disebutkan diatas, juga untuk membantu pemerintah melindungi museum dari  pihak-pihak yang menyalahgunakan museum seperti contoh di Bali. Banyak Galeri di Bali yang menjual koleksinya, namun untuk menghindari pajak, mereka mengubah nama menjadi museum.  Hal itu tidak dapat dibenarkan.

 Pak Eko kemudian menjelaskan perbedaan Galeri dan Museum, Galeri boleh melaksanakan transaksi jual beli koleksinya sementara Museum tidak diperbolehkan sama sekali melakukan transaksi jual beli koleksi.

 Museum hanya diperbolehkan memanfaatkan nilai dari koleksi untuk mendapatkan dana untuk mengelola museum. Misalnya membuat program publik pameran khusus berbayar, atau seperti contoh di Museum Seni, pengunjung praktek membuat keramik dengan biaya tertentu.

 Pak Eko juga megatakan bahwa bila fungsinya hanya untuk internal atau sebatas ruang informasi saja, dan tidak mau membuat museum, pemerintah juga tidak akan mempersoalkan namun ia menegaskan bahwa sebaiknya tidak usah takut untuk membuat museum. “Tidak masalah kalau hanya untuk (penunjang) informasi maka dibuat Galeri. Tetapi sebaiknya jangan takut buat museum” tegasnya.

 

Penutup.

Pada sesi akhir, Bapak Bayu Niti Permana menjelaskan mekanisme Pendaftaran Museum di DKI Jakarta.

 “Formulir pendaftaran museum di Indonesia secara umum sama namun khusus di DKI Jakarta agak berbeda karena di DKI Jakarta pendaftarannya di provinsi melalui suku dinas. Jadi permohonananya ke dinas kebudayaaan cq suku dinas Jakarta Pusat / Timur / Utara / Selatan / Barat / Timur sesuai wilayah lokasi museum.”

 Kepala Dinas akan menandatangani surat keterangan yang akan dilampirkan dalam pendaftaran ke Tingkat Pusat. Sementara di Tingkat Provinsi Musuem yang sudah memperoleh surat keterangan akan dimasukkan dalam daftar museum Provinsi.

 Untuk pendaftaran Museum Swasta akan dilaksanakanmulai tanggal 14-28 Agustus 2024 dan untuk Kementrian atau Lembaga Negeara dilaksanakan mulai 1-15 September 2024.

 Tugas pemprov DKI Jakarta sifatnya membantu kementrian. Oleh karena itu Pemprov akan mengadakan kegiatan khusus untuk museum yang sudah terdaftar. Kegiatan itu antara lain Bimtek Tenaga Teknis Museum, Sertifikasi Tenaga Teknis Museum, Bantuan Teknis Museum, dan Pemasaran Museum. Bantuan Teknis Museum melibatkan Duta Museum. 

 Pak Bayu berpesan agar seluruh materi pendaftaran dapat dipersiapkan dengan baik.

 “Mohon dipersiapkan materinya kemudian nanti didaftarkan. Pendaftaran akan diusahakan secara online kemudian data asli ditunjukkan saat dikunjungi untuk verifikasi.” 

 Menutup pesan, Pak Bayu memperkenalkan petugas suku dinas wilayah kota yang dapat dihubungi dan mengingatkan Pemutakhiran data akan dilaksanakan pada 1-15 September 2024. ***


Tantangan Komunikasi Generasi Z

 

 

Tantangan Komunikasi Generasi Z

Reportase Mugalemon edisi Juni 2024

 

Undangan temu Mugalemon (Museum Galeri dan Monumen) di aplikasi Whats App grup (WAG) Amida Paramita Jaya disampaikan oleh salah satu pengurusnya, Bapak Adang Suryana pada Selasa 25 Juni 2024.

 Amida Paramita Jaya adalah nama bagi komunitas pengelola pemerhati dan pencinta museum-museum di wilayah Jakarta dan sekitarnya.

 Dalam undangan tersebut, disertakan e-flyer berjudul “Beda GENERASI beda KOMUNIKASI” dengan informasi kegiatan dan pendaftaran peserta secara luring (luar jaringan/hadir ditempat) terbatas. 

 Pak Adang yang mengirimkan undangan mengajak anggota grup untuk hadir dalam acara tersebut sekaligus melihat TMII yang sudah direnovasi. 

mari, hayu kita hadir langsung ke Museum Penerangan di TMII utk menambah wawasan, pengetahuan sekaligus melihat TMII saat ini yg sdh direnovasi.”

 Bpk ibu Pengelola Museum, Galeri dan Monumen Yth.

 Temu Mugalemon,

Besok kamis, 27 Juni 2024 di Museum Penerangan RI - TMII.

  bagaimana seorang pekerja museum melakukan komunikasi yang baik dan relevan untuk pengunjung dari berbagai generasi.

 Tema "BEDA GENERASI BEDA KOMUNIKASI"

  Narasumbernya langsung dari Yogyakarta dan Jakarta,

 mari, hayu

kita hadir langsung ke Museum Penerangan di TMII utk menambah wawasan, pengetahuan sekaligus melihat TMII saat ini yg sdh direnovasi.

 sila di isi link nya dan lanjut masuk ke grup.

 https://komin.fo/DaftarOffline...

 Temu Mugalemon di Museum Penerangan di kawasan TMII Kamis 27/07/2024 dimulai sekitar jam 09.30. Hadir dalam kegiatan tersebut ketua AMIDA Paramita Jaya, Bapak Yiyok T. Herlambang, Direktur TMII Ibu Intan Ayu Kartika, GM Park TMII Bpk. Kol. Laut I Gusti Putu Ngurah Sedana. Museum Penerangan sebagai tuan rumah diwakili Kabag Umum Ibu Yuliah.

 Ibu Intan Ayu Kartika, Direktur TMII mengaku baru menjabat di awal Juni 2024. Dalam sambutannya ia senang karena diundang dalam acara ini (Temu Mugalemon) sehingga ia bisa tahu situasi di TMII. Ia mengajak Kerjasama AMIDA  untuk lebih banyak diskusi dan berjanji secara bertahap akan menjadikan museum di TMII semakin lebih baik dari sebelumnya sehingga pengunjung semakin memiliki banyak pilihan kunjungan museum.

 Paparan narasumber pertama oleh ibu Isti Yuanida, edukator Museum Ullen Sentalu. Ibu Isti menekankan supaya Museum melayani masyarakat, secara khusus masyarakat pengunjung Gen Z yang lahir antara tahun 1996 sampai 2010.

 Perhatian khusus itu diberikan karena para Gen Z inilah dalam beberapa tahun kedepan akan menjadi pemimpin negara. Museum harus menjadi jembatan masa lalu dengan para Gen Z sebagai masa depan. Oleh karena itu Museum membekali  para Gen Z itu dengan nilai budaya agar para Gen Z tidak kehilangan akarnya. Maka dalam penyajian koleksi, pemandu wajib menemani para pengunjung Gen Z tersebut maksimal selama 50 menit.

 Durasi 50 menit adalah durasi yang pas bagi setiap manusia dalam mencerna pengetahuan, nilai atau ilmu secara sungguh-sungguh. Para pengunjung tidak akan mampu menerima materi lebih dari 50 menit. Bila dipaksakan lebih dari 50 menit dan dijejali banyak informasi, pengunjung akan kelelahan kemudian tidak akan datang lagi karena merasa bahwa semua informasi sudah diketahui.

 Oleh karena itu durasi pendampingan oleh pemandu selama 50 menit itu bertujuan menekankan suatu ilmu atau informasi serta nilai nilai dari koleksi yang dipamerkan. Selain itu juga memunculkan rasa penasaran dari pengunjung untuk datang lagi karena masih ada koleksi yang belum dijelaskan.

 Narasumber kedua Mas Muhammad Dicka Ma’arief dosen dari Kalbis University membahas komunikasi visual.  Komunikasi visual menjadi penting ketika berhadapan dengan Gen Z karena dapat merasakan pengalaman dari sebuah gambar dan membebaskan dari noise atau penghalang komunikasi dan cepat ditangkap maksudnya.

 Ia memberikan gambaran perbedaan media visual antara Youtube, Tik-Tok dan Instagram (IG). Youtube fokus pada video dengan durasi yang panjang. Tik-Tok focus pada video pendek, pencarian tren kekinian, dapat digunakan untuk siaran live. Instagram focus pada fotografi, rekomendasi, pertemanan dan bisnis.

 Contoh museum yang menggunakan media visual youtube adalah Museum Nasional. Video youtube yang dibuat Museum Nasional berdurasi panjang tentang berbagai koleksinya, sejarah, budaya dan pesan. Karakter videonya dibuat seperti mini dokumenter.

 Materi media visual Tik-Tok dapat melihat contoh dari Museum MACAN. Video pendeknya menceritakan koleksi baru dengan karakteristik singkat, sederhana namun persuasif.

 Untuk fotografi di museum, akan sangat baik bila koleksi dipotret dengan obyek tambahan pengunjung. Tujuannya agar benda koleksi tersebut tampak lebih hidup. Mas Dicka kemudian menampilkan contoh foto-foto hasil jepretannya di berbagai Museum.

 Ibu Misari Kepala Unit Pengelola Museum Kebaharian Jakarta yang menjadi narasumber terakhir mengakui ada tantangan dalam komunikasi ketika berhadapan dengan staff, stakeholder dan pengunjung dari berbagai lintas kelompok usia.

 Menyadari kepemimpinannya masih seumur jagung, tetapi menghadapi kondisi yang luar biasa karena perbedaan usia, generasinya berbeda. Kemampuan untuk berkomunikasi masih kurang maka langkah pertama yang diambil adalah menginventarisir tantangan.

 Berdasarkan pengalamannya selama ia memimpin Unit Kebaharian, tantangan itu antara lain Teknologi, Gaya dan Bahasa Komunikasi, Penyesuaian terhadap perubahan, Penghargaan terhadap nilai budaya dan sejarah, Penanganan konflik dan masalah.

 Terkait tantangan teknologi, Ibu Misari menebar jaring ke banyak kampus salah satunya Kalbis, UPH, Gunadarma. Dengan menebar jaring ke banyak kampus maka ada pengembangan peningkatan dari terbatasnya SDM dan teknologi.

 Menghadapi tantangan Gaya dan Bahasa Komunikasi serta Penyesuaian terhadap perubahan, Ibu Misari melakukan kegiatan dialog dengan ngopi bareng seminggu sekali. Dari kegiatan ngopi bareng serta dialog ini akan ditemukan banyak solusi atas berbagai tantangan yang dihadapi.

 Untuk generasi yang berbeda usia jauh, ia memantau staff melalui CV yang mereka ajukan saat melamar. Dari memantau CV akan diketahui apa kemampuan mereka. Pada saat ngopi itulah ia memaksimalkan kemampuan para staffnya dengan memberi tantangan membuat suatu program untuk mendukung kemajuan museum. 

 Salah satu hasil challenge adalah, dalam waktu dekat Museum Bahari akan menggelar pameran temporer dengan tajuk kapal-kapal yang Berjaya. Meski dengan dana terbatas, pesertanya luar biasa karena partisipannya tidak hanya museum provinsi tetapi Kedutaan di Jakarta yang memiliki kejayaan maritim dengan dana dari masing-masing peserta.

 Hal lainnya adalah berusaha memahami cara pandang terhadap perubahan. Peningkatan SDM dapat bekerja sama dengan AMI DKI, Pemprov dan dikirim untuk mengikuti bimtek-bimtek(Bimbingan Teknis). Kemudian menebar jala ke kampus untuk meningkatkan kemampuan dan skill staff.

  Tantangan lainnya adalah Penghargaan terhadap nilai budaya dan sejarah. Salah satu Solusi yang dilakukan Ibu Misari adalah mengingatkan sekaligus memberi contoh untuk tertib dan disiplin dengan waktu kerja. Karena hal itu menjadi panduan sekaligus rambu-rambu agar tidak melenceng.

 Bapak Adang Suryana, moderator diskusi, saat dihubungi usai acara memberikan Kesimpulan. Ia mengatakan kita harus siap menghadapi kondisi anak-anak generasi Z yang canggih namun tertutup. Ia juga berpesan untuk tidak merasa marketing kita (museum) sudah hebat. Apakah sudah menjawab apa yang diperlukan generasi zaman sekarang tentang mengelola museum?

 Ia juga mengajak para pengelola Museum untuk berjejaring. “Sebagai pengelola museum kita harus membuka jaringan dengan banyak Lembaga dengan swasta dan lain sebagainya.”

 Menutup pembicaraan, Pak Adang menekankan bahwa kita harus siap mengikuti perkembangan zaman, “Dunia ini sudah berubah, kita harus mengikuti perkembangan zaman atau mati ditinggal zaman. Kita pilih yang mana untuk dapat mengelola perbedaan generasi dan perbedaan berkomunikasi?” pungkasnya. 

 Usai kegiatan, seluruh peserta yang hadir di Museum Penerangan diajak berkeliling TMII menggunakan dua mobil Listrik dan dua pemandu. ***(TA)

 

Koleksi Museum Pendidikan Santa Maria Dipamerkan

SaintPedia berkolaborasi dengan Kampus Ministry Unika Atma Jaya menghadirkan relikui dari berbagai kelas dalam sebuah kegiatan pameran relik...